Selain SMA Negeri 19, ada juga SMP Negeri 63 dan SD Negeri Tambora 01, 02, dan 03. Semua sekolah itu merupakan satu kesatuan dilihat dari segi bangunan dan wilayah. Secara keseluruhan, bentuk gedung di sana adalah letter U ditambah satu gedung di tengah yang merupakan gedung SMA.
Ruang kelas untuk SMP dan SD sendiri ada di lantai dasar. Sedangkan ruang kelas SMA hingga lapangan olahraga berada di lantai dua dan lantai tiga.
Gedung SD dan SMP
Sekilas pandang, banyak terdapat kerusakan di bangunan ini. Gedung yang didominasi oleh cat berwarna hijau itu tampak bobrok di bagian plafon setiap ruang kelas. Padahal, di plafon tersebut, ada kipas angin yang menggantung, masing-masing satu di ruang kelas. Alhasil, karena plafon mulai rapuh, kipas angin yang bergerak pun terlihat seperti akan jatuh ke bawah.
"Waktu hujan, semua kelas pasti bocor atapnya," kata petugas keamanan, Fahri, kepada Kompas.com, Kamis (13/8/2015).
Tidak hanya itu, hampir semua dinding yang menjadi pondasi bangunan tampak keropos. Cat warna hijau di dinding yang keropos banyak yang terkelupas.
Untuk SMP sendiri, ada sekitar 700 orang murid yang semuanya masuk pagi. Hanya SD yang menerapkan masuk pagi dan siang karena keterbatasan ruang kelas. Ada 20 kelas untuk murid SD yang masuk pagi dan siang, dengan jumlah murid di masing-masing kelas sekitar 30 orang.
Kondisi tidak layak lainnya bisa ditemukan pada toilet di sana. Untuk satu SMP, hanya ada satu toilet pria dan satu toilet wanita yang letaknya agak masuk ke dalam dan harus melewati gang sempit. Mushala di SMP tersebut juga menggunakan bekas ruang kelas karena keterbatasan ruangan yang layak digunakan.
Sebenarnya, ada toilet sendiri untuk murid SD. Namun, karena ukurannya kecil, murid SD lebih memilih untuk menggunakan toilet yang ada di SMP. Dengan banyaknya murid yang menggunakan dan minimnya petugas kebersihan, toilet menjadi kotor.
Gedung SMA
Berbeda dengan kondisi di SD dan SMP, ruang kelas di SMA lebih layak. Masing-masing ruang kelas dipasang AC sehingga hawanya cukup sejuk. Namun, masalah yang sama, yaitu rapuhnya plafon, tetap ditemukan hampir di semua ruang kelas SMA.
Murid SMA Negeri 19 tercatat ada 583 orang, dari kelas 10 sampai kelas 12. Jumlah kelas di SMA sendiri hanya ada 17. Selain bocor, atap kelas yang berbatasan langsung dengan lapangan olahraga di atap gedung kerap keropos dan serpihan-serpihan kayu berjatuhan ke atas kepala murid di ruang kelas.
"Sudah berapa kali kejadian kayak gitu. Dulu, kita sampai tandain mana saja tempat yang rawan. Namanya anak-anak olahraga, kita enggak bisa larang juga mereka harus pelan-pelan. Ya, beginilah kondisi sekolah kita," tutur Staf Sarana dan Prasarana SMA Negeri 19 Faridah sembari menjelaskan.
Secara keseluruhan, tidak hanya SMA Negeri 19, seluruh bagian di bangunan itu dinilai sudah tidak nyaman lagi untuk proses belajar mengajar. Pihak sekolah berharap, ada kejelasan dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta agar tempat mereka bisa segera diperbaiki.
"Sudah satu abad lebih, belum ada perbaikan yang menyeluruh. Sudah 104 tahun ini," ujar Faridah.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Arie Budhiman mengatakan, bangunan sekolah yang nilai anggaran rehabnya dicurigai digelembungkan adalah SMA Negeri 19. Perencanaan rehab bangunan SMA Negeri 19 dilakukan tahun lalu, bersamaan dengan perencanaan rehab bangunan sekolah lainnya.
Arie mengaku kurang mengetahui pasti penyebab besarnya nilai anggaran rehab SMA Negeri 19. Namun, ia menengarai hal itu disebabkan SMA Negeri 19 merupakan bangunan cagar budaya. Selain itu, pada lokasi yang sama, juga terdapat bangunan SD dan SMP.