Ciliwung, khususnya, di bagian hilir yang mengaliri Jakarta, kini menyempit parah. Lebarnya 20 meter-30 meter mengerucut menjadi kurang dari 6 meter. Air sungai ini menghitam, penuh sampah, dan alirannya lebih mirip comberan raksasa.
Di bantaran Ciliwung, dari kawasan Jalan TB Simatupang hingga Pintu Air Manggarai sepanjang 19 kilometer yang melewati wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, sebagian besar menjadi permukiman padat penduduk.
Warga yang mengokupasi bantaran itu, antara lain, dapat dilihat di Bidara Cina, Jakarta Selatan. Bidara Cina disesaki rumah-rumah berukuran kecil, bisa hanya 3 meter x 3 meter, semipermanen, tetapi bisa bertingkat dua hingga tiga.
Sepanjang 19 kilometer bantaran Ciliwung tersebut menjadi sasaran normalisasi. Namun, hingga kini, proses normalisasi baru mencapai 4 kilometer, yaitu di bantaran yang relatif kosong dari hunian.
Normalisasi di kawasan bantaran padat penduduk baru pertama kali dilakukan di Kampung Pulo, Kelurahan Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, 20 Agustus lalu.
Penertiban di Kampung Pulo itu menggusur 900 keluarga dan menjadi langkah yang sudah lama ditunggu-tunggu demi membebaskan sungai terbesar dari 13 sungai yang mengaliri Jakarta itu dari masalahnya. Namun, hingga kini, proses relokasi tersebut menuai protes karena dianggap mengulang pola penggusuran masa Orde Baru yang menggunakan kekuasaan.
Yang berbeda, penggusuran Kampung Pulo diikuti relokasi warga ke rumah susun, sebuah pola penataan kota yang mulai dijalankan sejak pemerintahan Jakarta dikendalikan Joko Widodo pada 2013. Sebanyak 530 keluarga dari 900 keluarga direlokasi ke Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat. Selebihnya adalah warga penyewa atau pengontrak rumah yang tak punya hak saat relokasi.
Bebas bangunan
Banjir besar pada 2007 di Jakarta menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp 5,7 triliun. Nilai kerugian banjir selama dua hari pada Februari 2015 pun, berdasarkan perhitungan Kamar Dagang dan Industri Jakarta, mencapai Rp 1,5 triliun (Kompas, 11/2/2015). Untuk menangani pengungsi banjir, Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI mengeluarkan biaya Rp 50 miliar per tahun.