Sejak penanganan banjir dirancang pertama kali pada 1973, termasuk pembangunan Kanal Timur, pelaksanaan normalisasi Ciliwung tak pernah tuntas. Sejak itu, rencana induk normalisasi Ciliwung sudah tiga kali direvisi.
Guru Besar Hidrologi Institut Pertanian Bogor Hidayat Pawitan menyampaikan, dengan perkembangan permukiman Jabodetabek, telah terjadi peningkatan limpasan air permukaan. Peningkatan aliran sungai ini dari sekitar 300 meter kubik per detik pada 1970 menjadi 600 meter kubik per detik pada 2000. Aliran sungai akan menggerus alur sungai horizontal dan vertikal.
Merelokasi warga ini menjadi beban terberat pemerintah dalam normalisasi Ciliwung. "Dalam hal ini, kemauan politik serta konsistensi pemerintah kota dan pusat sangat menentukan berhasilnya relokasi juga kelancaran pelaksanaan proyek. Sebaliknya, jika dibiarkan berlarut-larut, makin bertambah masalahnya," katanya.
Lea Jellinek, antropolog Australia, peneliti penggusuran Kebon Kacang, Jakarta Pusat, pada 1980, dalam bukunya, Seperti Roda Berputar, terbitan LP3ES, menjelaskan, beban penataan kota Jakarta sangat besar. Sebab, Jakarta menjadi pusat pembangunan nasional, magnet urbanisasi.
Bertahun-tahun bantaran kali dan area publik di Jakarta diokupasi warga urban yang tak mampu membeli rumah legal di dalam kota. Pada saat yang sama, dalam arena politik tata ruang, kota ini juga dikuasai pemilik modal.
Mudjiadi pun mengatakan, ada beberapa area parkir air untuk memperlambat laju air berubah fungsi sebagai mal. Hal ini antara lain ditemukan di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan menyampaikan, sudah saatnya kini semua pembiaran yang terjadi di Jakarta disudahi dan Jakarta harus mulai ditata. "Relokasi warga Kampung Pulo adalah pintu masuk mengatasi banjir dan penataan kota Jakarta," katanya. (FRO/BRO/DNA/MDN)
------------
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas, edisi 21 September 2015, dengan judul "Normalisasi Jadi Solusi Banjir".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.