Keamanan menjadi prioritas utama dalam sistem KRL di Tokyo. Terdapat pembatas setinggi dada orang dewasa antara peron dan rel kereta. Begitu kereta tiba, barulah pintu pembatas terbuka secara otomatis.
Setelah turun dari kereta, penumpang pun bisa langsung keluar stasiun tanpa harus melewati rel di jalur lainnya sehingga sangat kecil potensi penumpang akan tertabrak oleh kereta yang lewat.
Tak perlu banyak petugas keamanan yang selalu siaga mengatur lalu lintas kereta dan penumpang.
Sementara di Jakarta, keamanan di peron hanya menggunakan garis kuning yang di kebanyakan stasiun warnanya sudah pudar dan akhirnya tak diperhatikan oleh penumpang.
Kondisi sebagian besar stasiun juga masih mengharuskan penumpang untuk berjalan melewati jalur rel lain saat akan keluar dan masuk peron.
Petugas pun harus selalu siaga mengatur lalu lintas dan mengingatkan penumpang saat kereta akan masuk.
Di Tokyo, tak ada pula potensi kereta akan bertabrakan dengan kendaraan di jalan raya. Sebab seluruh kereta melalui lintasan di bawah tanah atau di atas fly over.
Sementara di Jakarta, banyak kereta harus melewati jalur sebidang antara rel dan jalan raya yang ditutup palang pintu, sehingga potensi kecelakaan sangat besar.
Kecelakaan terakhir terjadi di Bintaro pada Desember 2013 lalu. Satu rangkaian KRL dan truk Pertamina bertabrakan.
Selain membahayakan keselamatan, kondisi jalur sebidang ini juga kerap menimbulkan kemacetan.