"Sopir menyewa bus dari pemilik. Lalu, dia harus berpikir cara untuk menekan pengeluaran. Salah satunya dengan merangkap jadi kernet atau mempekerjakan kerabat menjadi kernet bus. Sopir juga harus menjalankan bus, menghidupi awak bus, dan membawa keuntungan ke keluarga di rumah," katanya.
Dengan kondisi serupa itu, tidak jarang sopir berperilaku semaunya di jalan raya. Balapan antarbus bukan hal baru.
Menerobos palang pelintasan sebidang juga kerap dilakukan semata-mata untuk berlomba mendapatkan penumpang, bersaing dengan bus lain di rute yang sama.
Kondisi ini, menurut David, bukanlah sesuatu yang ideal untuk angkutan massal. Sebab, aspek keselamatan tidak diutamakan. Oleh karena itu, butuh revitalisasi menyeluruh pada angkutan massal.
Pengamat transportasi Darmaningtyas menyorot lemahnya manajemen perusahaan bus dan pembinaan kedisiplinan para sopir bus.
"Ini pasti ada kaitannya dengan kejar setoran dari sopir. Pada sisi lain, sopir sendiri tidak direkrut secara ketat," katanya.
Semoga saja, kecelakaan di pelintasan Angke ini menjadi kasus terakhir di perjalanan kelam angkutan massal kita. (AGNES RITA SULISTYAWATI)
------
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Senin, 7 Desember 2015, dengan judul "Obral Nyawa di Balik Kemudi".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.