Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa, yaitu hukuman 7 tahun penjara.
Hakim Ketua Sutardjo mengatakan, salah satu hal yang menjadi pertimbangan dalam membuat vonis adalah fakta persidangan yang menunjukkan bahwa Alex tidak menikmati hasil uang korupsi tersebut.
"Hakim mempertimbangkam karena tidak ada penerimaan uang oleh terdakwa maka terdakwa tidak perlu membayar uang pengganti kerugian negara," ujar Sutardjo.
Lantas, siapa yang menikmati uang negara hasil korupsi dari pengadaan UPS itu?
Pemenang tender
Delapan direktur perusahaan pemenang tender pengadaan UPS pernah menjadi saksi dalam sidang pengadilan dengan terdakwa Alex Usman. Delapan direktur perusahaan itu adalah Ari Novian dari CV Anugrah Cipta Karya, Marisi Sibatuara dari CV Anugrah Mandiri Jaya, Adik Dwi Putranto dari CV Parameswara, dan Faruk dari PT Paramita Multi Prakasa.
Selain itu ada pula Norton Telaumbanua dari PT Greace Solusindo Berkarya, Sarowedy dari CV Artha Prima Indah, Freddy Hasudungan dari PT Lumban Akbar Berkarya, Uswanto dari PT Dinamka Arfindo Persada, dan Victor Siregar dari PT Wito Mandiri.
Mereka memenangkan tender pengadaan UPS untuk 25 sekolah di Jakarta Barat. Namun, ternyata mereka bukan perusaaahaan yang mengikuti lelang ataupun pengadaan barang.
"Saya hanya dipinjam nama perusahaannya, Pak," kata Ari Novian.
Dalam sidang terungkap bahwa delapan perusahaan itu hanya "dipinjam" namanya untuk diikutkan dalam lelang UPS yang sudah dipastikan menang. Mereka sebagai pimpinan perusahaan memberikan izin kepada peminjam atau koordinator untuk digunakan nama perusahaannya.
"Saya tanda tangan kontrak sama surat penagihan, kwitansi. Waktu serah terima barang juga tanda tangan," ujar Uswanto.
Mereka mendapatkan fee dari koordinator setelah meminjamkan data perusahaan untuk mengikuti lelang fiktif itu.
Direktur PT Tinada Kuta Daeri, Mulla Sinalsal mengaku ditanya oleh teman istrinya, apakah bisa data perusahaannya dipakai untuk diikutkan dalam lelang. Mulla sendiri tidak tahu proyek apa yang dilelang.
"Saya kasih data perusahaan ke Ibu Mina (teman istrinya). Saya berikan lengkap. Saya tanda tangan kontrak setelah dikatakan menang tender," ujar Mulla.
Mulla mendapat fee sebesar Rp 50 juta dari pengadaan UPS di SMAN 85. Namun dia juga tidak mengetahui bentuk UPS itu.
"Barangnya kayak apa saya enggak tahu, enggak pernah ngecek sama sekali," ujar dia.
Koordinator pemenang tender
Lalu muncul pertanyaan, siapa yang meminjam nama perusahaan-perusahaan itu dan mengikutsertakannya dalam lelang?
Salah satunya adalah Hendro Setiawan. Dia mendapatkan informasi pengadaan UPS dari Dirut PT Offistarindo, Harry Lo.
PT Offistarindo merupakan perusahaan distributor UPS.
"Saya dipanggil Pak Hary Lo, mau ikut enggak. Kalau mau, saya disuruh cari perusahaan sebanyak mungkin untuk ikut tender," kata Hendro di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya, Kamis (7/1/2016).
Hendro merupakan salah satu direktur perusahaan yang ikut lelang tersebut. Dia menuruti perkataan Hary untuk mencari perusahaan sebanyak-banyaknya. Dia berhasil meminjam tujuh nama perusahaan untuk diikutkan dalam lelang proyek UPS di SMA dan SMK Jakarta Barat.
"Untuk perusahaan yang kami pinjam namanya, kami kasih fee satu persen," ujar Hendro.
Ada pula Ade Laura Surya. Dia juga mengaku ikut lelang tender UPS tersebut. Namun, saat mendaftar, dia harus menyertakan nama dua perusahaan lain. Maka, dia mencari perusahaan yang bisa dipinjamkan namanya untuk ikut tender.
"Saya pinjam karena pemilik PT yang bilang, 'Bu kalau PT saya bisa enggak Bu dipakai namanya.' Saya bilang coba aja. Menang atau enggak, kan tergantung lelangnya," ujar Ade.
Ternyata perusahaan yang dipinjam namanya itu yang menang lelang. Perusahaan milik Ade sendiri tidak menang lelang.
Selain itu masih ada tiga orang lagi, yaitu Abdul Hamid, Andi, dan Presly. Mereka tidak memiliki perusahaan dan hanya diminta untuk meminjam nama perusahaan lain.
Abdul Hamid dan Presly mengaku diminta oleh Andi untuk mencari perusahaan. Andi mengaku ditawari oleh Alex Usman untuk mencari perusahaan yang mau ikut tender UPS.
Berdasarkan putusan pengadilan, perusahaan pemenang tender dan koordinatornya itulah yang harus mengembalikan uang negara. Beberapa pihak lain yang juga harus mengambalikan uang negara adalah distributor UPS dan anggota DPRD DKI yang mendapatkan fee dari pengadaan UPS ini.
Dalam dakwaan, Alex Usman disebut memperkaya diri dan orang lain serta korporasi dalam proyek pengadaan UPS untuk 25 sekolah SMA/SMKN di Suku Dinas Pendidikan Menengah Kota Administrasi Jakarta Barat pada APBD Perubahan Tahun 2014 itu. Dalam kasus tersebut, kerugian negara sebesar Rp 81,4 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.