JAKARTA, KOMPAS.com — Dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (ZWP3K) serta Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta belum mencapai kesepakatan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta.
Masing-masing pihak menyatakan dengan tegas apa usulan mereka, terutama soal poin tambahan kontribusi dari tiga poin kewajiban pengembang yang terlibat dalam proyek reklamasi. Pemprov DKI Jakarta selaku pihak eksekutif mengusulkan besaran tambahan kontribusi dengan rumusan 15 persen dikali nilai NJOP dikali saleable area sebuah pulau.
Besaran itu ditetapkan dengan mempertimbangkan kebutuhan masyarakat Jakarta akan permukiman yang masih belum memadai sehingga sebagian dari wilayah di pulau reklamasi dapat digunakan bagi publik, terlepas dari lahan yang dimanfaatkan pengembang untuk berinvestasi.
Adapun dalam pembahasan Pemprov DKI Jakarta dengan Balegda DPRD DKI Jakarta sebelumnya pada tanggal 8 Maret 2016, poin tambahan kontribusi diusulkan oleh Balegda untuk dicoret.
Balegda juga mengusulkan besaran, mekanisme perhitungan, dan prosedur pembayaran tambahan kontribusi diatur dengan menggunakan peraturan gubernur.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah menyatakan akan tetap dengan pendirian timnya untuk mengusulkan rumusan 15 persen dikali nilai NJOP dikali saleable area dalam penghitungan tambahan kontribusi. (Baca: Pemprov dan DPRD DKI Memperdebatkan Poin Ini dalam Raperda Reklamasi)
Pihaknya kini masih menunggu undangan dari Badan Musyawarah (Bamus) DKI Jakarta untuk kembali merapatkan soal itu, sedangkan alasan Balegda mendorong agar poin tambahan kontribusi diatur ke dalam pergub adalah agar penentuan besarannya bisa lebih fleksibel.
Menurut Balegda, jika tambahan kontribusi diatur di dalam peraturan daerah, itu dinilai tidak mengatur secara global. Jika dilihat dari sifatnya, pergub dibentuk di bawah otoritas gubernur itu sendiri. Jika sebuah peraturan diatur dalam pergub, aturan yang dimaksud bisa direvisi oleh gubernur itu maupun gubernur mendatang yang menjabat di suatu daerah.
Berbeda dengan perda yang merupakan produk hukum dan harus disetujui bersama oleh DPRD provinsi dan gubernur. Dengan kata lain, produk hukum dari perda dapat dikatakan tidak mudah berubah karena melibatkan kesepakatan antara kedua belah pihak, yakni pihak eksekutif dan legislatif.
Wakil Ketua Balegda DPRD DKI Jakarta Merry Hotma mengaku ingin menyerahkan aturan teknis tentang tambahan kontribusi dalam pergub. Sesuai dengan sifat pergub, Balegda pun mengetahui bahwa besaran tambahan kontribusi bisa jadi berubah pada masa mendatang, tergantung kesepakatan antara gubernur dan pihak pengembang yang punya andil dalam proyek reklamasi.
Sebelumnya, Ketua Balegda DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik mengusulkan agar poin tambahan kontribusi dapat diambil diawali dengan mengonversi besaran kontribusi lima persen yang akan diatur dengan perjanjian kerja sama antara gubernur dan pengembang.
Lembar usulan Taufik itu dikembalikan dengan coretan tulisan tangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang tertera demikian, "Gila kalau seperti ini bisa pidana korupsi!". (Baca: Ahok Tulis Kata "Gila" di Draf Raperda Reklamasi Usulan Taufik)
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.