Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemprov DKI Dinilai Abaikan Aspek Kultural dalam Menata Kota

Kompas.com - 21/04/2016, 23:05 WIB
Nursita Sari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat perkotaan Yayat Supriatna menilai, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengabaikan nilai kultural dalam menata kota.

Padahal, menurut dia, nilai kultural itu berpengaruh bagi masyarakat.

"Kultur itu keyakinan. Warga Luar Batang misalnya, disuruh pindah ke rumah susun malah naik perahu. Artinya dia yakin secara kultural 'Saya harus dekat dengan air. Kalau saya dipindahkan ke darat, gimana saya memindahkan ikan? Mati'," ujar Yayat dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (21/4/2016).

(Baca: "Jangan Sampai Hanya Memindahkan Masalah ke Rusun" )

Jika memperhatikan nilai kultural masyarakat, kata Yayat, Pemprov DKI tidak akan merelokasi warga Pasar Ikan yang berprofesi sebagai nelayan ke rumah susun yang jauh dari laut.

"Itu secara kultur kenapa tidak dibangunkan rumah susun nelayan. Ketika kita membangun kegiatan wisata itu bukan hanya membangun simbol-simbolnya. Kultur itu sesuatu yang tidak terpisahkan. Saya tidak bisa bayangkan Pasar Ikan tanpa nelayan," kata Yayat.

Kultur itu, kata dia, sedianya menjadi hal yang penting untuk menguatkan kegiatan wisata.

Namun, menurut Yayat, Pemprov DKI tidak melakukan hal itu untuk merevitalisasi Kawasan Wisata Bahari.

"Justru kehidupan itu yang ingin dilihat. Komunitas itu menjadi kekuatan untuk menghidupkan lingkungan. Kultur itu yang kurang disentuh," ucap Yayat.

Ucapan Yayat diamini aktivis perempuan sekaligus bakal calon gubernur DKI Luluk Nur Hamidah.

(Baca: "Banjir di Jakarta Bukan karena Warga Bantaran Sungai" )

Menurut Luluk, DKI Jakarta telah dibentuk dari sejarah yang panjang.

"Mulai dari darah, air mata, harapan, suka cita, dan semuanya itu berkumpul jadi satu, nah kalau kemudian ini tiba-tiba harus dihancurkan demi kepentingan-kepentingan apalagi kepentingan modal, betapa berdosanya kita kepada sejarah," tutur Luluk dalam kesempatan yang sama.

Luluk menyebut, kota yang menjadi legenda adalah kota-kota yang selalu memegang teguh nilai-nilai kulturalnya. Nilai kultural itulah yang menjadi daya tarik kota-kota tersebut.

"Saya yakin sekali kota-kota yang melegenda senantiasa menjaga tradisi kebudayaannya. Bukan yang baru kok yang jadi daya tariknya, yang menarik itu bangunan-bangunan lamanya," ucap Luluk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Polisi Terbitkan SP2HP Kedua Terkait Kasus Akseyna, Keluarga Berharap Aparat Jaga Momentum

Megapolitan
Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Tak Bisa Biayai Pemakaman, Keluarga Tak Kunjung Ambil Jenazah Pengemis Korban Kebakaran di Pejaten

Megapolitan
Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Keluarga Pengemis Sebatang Kara di Pejaten Barat Lepas Tangan Usai Mendiang Tewas Akibat Kebakaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com