Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah Panjang MAKI Menggugat Kasus Sumber Waras...

Kompas.com - 04/05/2016, 07:43 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman, seperti tak pernah kehabisan akal 'mengganggu' penegak hukum yang terkesan lamban menangani kasus Sumber Waras. Kemarin, Selasa (3/5/2016), untuk kedua kalinya, permohonan MAKI ditolak oleh hakim.

MAKI mengajukan permohonan praperadilan atas nama masyarakat. Ia melawan KPK dan BPK sebagai instansi yang bersinggungan langsung dengan kasus ini. Audit BPK pada Agustus 2015 menyebut adanya kerugian negara sebesar Rp 191 miliar dalam pembelian lahan Sumber Waras.

KPK pun mulai melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi dalam kasus ini dengan surat perintah Sprin.Lidik/65/01/09/2015. Namun sejak diselidiki pada 2015 lalu, tak banyak kemajuan dalam pengembangan kasus ini.

Pejabat silih berganti dipanggil untuk dimintai keterangan. Namun tak satu pun ditetapkan sebagai tersangka. Hal inilah yang mendorong MAKI untuk mengajukan praperadilan melawan KPK pertama kali pada Maret 2016.

Dalam permohonannya itu, Boyamin menuding KPK menghentikan penyelidikan. Ia juga memohon agar KPK menetapkan tersangka secepatnya. Permohonan ini ditolak oleh hakim. Alasannya, kasus Sumber Waras masih dalam tahap penyelidikan, sehingga baik pengadilan maupun masyarakat, tidak bisa mengintervensi atau mengajukan keberatan.

Boyamin mengatakan, dari kegagalan yang pertama, paling tidak pihaknya sudah mencapai target minimal. Yaitu mengetahui surat perintah penyelidikan yang tidak pernah dikeluarkan oleh KPK.

"Melalui sidang ini kan paling tidak target minimal memperoleh status kejelasan penyelidikan tercapai. Target minimal atau maksimal (dikabulkan praperadilan) sama saja, hasilnya tetap diteruskan (penyelidikan). Ini sebagai bentuk kontrol KPK yang melambat-lambatkan Sumber Waras," kata Boyamin, Rabu (30/3/2016). (Baca: Keanehan Penyelidikan Kasus Sumber Waras oleh KPK Menurut MAKI)

Tidak menyerah

Tidak selesai sampai situ, Boyamin langsung mendaftarkan praperadilan baru, dengan perbedaan kali ini juga menyeret BPK hari itu juga. Boyamin yang pada sidang sebelumnya meminta BPK untuk hadir menjelaskan hasil auditnya.

"Karena tidak hadir sebagai saksi maka harus ikut digugat, karena dengan ikut digugat maka berkewajiban membuka semua data," ujar Boyamin.

Sidang pun berlangsung sejak pekan lalu, dan hakim akhirnya memutuskan menolak praperadilan ini. Alasan Hakim memenangkan KPK masih sama. Alasan Hakim memenangkan BPK dikarenakan penempatan BPK sebagai subjek praperadilan error in persona, atau salah subjek. BPK bukanlah lembaga yang menyelidik.

Kini, setelah ditolak dua kali oleh para hakim Pengadilan Jakarta Selatan, Boyamin dan kawan-kawan berencana ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mengajukan gugatan baru. Gugatan kali ini adalah gugatan perdata melawan KPK karena telah merugikan rakyat dengan tak kunjung menetapkan tersangka.

"Saya akan menempuh upaya gugatan perdata. Ini mengacu pada Pasal 63 UU KPK, barang siapa yang merasa dirugikan dalam proses penyelidikan dan penyidikan maka orang tersebut berhak mengajukan penuntutan ke pengadilan," ujarnya.

Jumlah gugatannya pun tidak main-main. Sebesar Rp 173 miliar, sesuai dengan kerugian pembelian lahan Sumber Waras terakhir yang dilaporkan. Boyamin selalu memastikan bahwa langkah hukum yang ditempuhnya terkait Sumber Waras adalah murni sebagai bentuk pengawalan semata.

Boyamin sepertinya harus bekerja lebih cerdas agar gugatannya tak dimentahkan lagi oleh hakim dan hanya menjadi kegaduhan semata. (Baca: Praperadilan Sumber Waras Ditolak, MAKI Akan Ajukan Gugatan Baru)

Belum ada niat jahat

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya belum juga menetapkan tersangka karena belum menemukan niat jahat dalam kerugian itu.

"Kami harus yakin betul di dalam kejadian itu ada niat jahat. Kalau hanya kesalahan prosedur, tetapi tidak ada niat jahat, ya susah juga," ujarnya.

Hal serupa dikatakan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief. Menurut dia, hal yang paling penting untuk meningkatkan penanganan suatu kasus ke tahap penyidikan adalah adanya niat jahat dari pelaku.

"Kalau menetapkan sebagai tersangka, saya harus tahu kamu itu berniat merusak, mengambil keuntungan, atau merugikan negara," kata Syarief. (Baca: MAKI Nilai Ahok dan DPRD Belum Lengkapi Administrasi Sumber Waras)

Pimpinan KPK menyatakan bahwa KPK tidak akan gegabah dalam menangani kasus tersebut. Pasalnya, perlu kehati-hatian dan bukti yang kuat dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.

KPK menegaskan bahwa dalam proses penyelidikan, tidak ada satu orang pun dapat mengintervensi apalagi dengan memaksa KPK asal menetapkan orang sebagai tersangka. Rencananya, KPK akan mengundang ahli keuangan dan ahli pertanahan untuk memberikan keterangan. Keterangan para ahli nantinya akan dibandingkan dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tukang Tambal Ban Digeruduk Ojol, Diduga Sebar Ranjau Paku di Jalan MT Haryono

Tukang Tambal Ban Digeruduk Ojol, Diduga Sebar Ranjau Paku di Jalan MT Haryono

Megapolitan
Cabuli 5 Anak di Cengkareng, Pelaku Masuk Rumah Korban dan 'Ngaku' Ingin Beli Pulsa

Cabuli 5 Anak di Cengkareng, Pelaku Masuk Rumah Korban dan "Ngaku" Ingin Beli Pulsa

Megapolitan
Murid dan Guru SMK Lingga Kencana Trauma, Menangis Saat Ditanya Kronologi Kecelakaan

Murid dan Guru SMK Lingga Kencana Trauma, Menangis Saat Ditanya Kronologi Kecelakaan

Megapolitan
Kontennya Diduga Merendahkan Bahasa Isyarat, Komika Gerall Dilaporkan ke Polisi

Kontennya Diduga Merendahkan Bahasa Isyarat, Komika Gerall Dilaporkan ke Polisi

Megapolitan
Soal Dugaan Bus Pariwisata SMK Lingga Kencana Tidak Laik Jalan, Yayasan Harap Polisi Beri Info Seterang-terangnya

Soal Dugaan Bus Pariwisata SMK Lingga Kencana Tidak Laik Jalan, Yayasan Harap Polisi Beri Info Seterang-terangnya

Megapolitan
Pemkot Depok Beri Santunan Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

Pemkot Depok Beri Santunan Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bangun RDF di Rorotan Cilincing, Tampung 2.500 Ton Sampah Per Hari

Pemprov DKI Jakarta Bangun RDF di Rorotan Cilincing, Tampung 2.500 Ton Sampah Per Hari

Megapolitan
Percaya Bus Laik Jalan, Yayasan SMK Lingga Kencana: Kalau Tak Yakin, Enggak Diberangkatkan

Percaya Bus Laik Jalan, Yayasan SMK Lingga Kencana: Kalau Tak Yakin, Enggak Diberangkatkan

Megapolitan
Ketika Janji Heru Budi Beri Pekerjaan ke Jukir Minimarket Dianggap Mimpi di Siang Bolong...

Ketika Janji Heru Budi Beri Pekerjaan ke Jukir Minimarket Dianggap Mimpi di Siang Bolong...

Megapolitan
Suprayogi, Guru SMK Lingga Kencana yang Tewas dalam Kecelakaan Bus, Dikenal Perhatian dan Profesional

Suprayogi, Guru SMK Lingga Kencana yang Tewas dalam Kecelakaan Bus, Dikenal Perhatian dan Profesional

Megapolitan
Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Pihak Yayasan Merasa Kondisi Bus Layak

Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Pihak Yayasan Merasa Kondisi Bus Layak

Megapolitan
Tidak Cukup Dibebastugaskan, Direktur STIP Diminta Bertanggung Jawab secara Hukum

Tidak Cukup Dibebastugaskan, Direktur STIP Diminta Bertanggung Jawab secara Hukum

Megapolitan
Polisi Selidiki Penyebab Tawuran di Kampung Bahari yang Bikin Jari Pelaku Nyaris Putus

Polisi Selidiki Penyebab Tawuran di Kampung Bahari yang Bikin Jari Pelaku Nyaris Putus

Megapolitan
Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 13 Mei 2024

Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jakarta 13 Mei 2024

Megapolitan
Yayasan SMK Lingga Kencana: Perpisahan di Luar Kota Disepakati Guru dan Siswa

Yayasan SMK Lingga Kencana: Perpisahan di Luar Kota Disepakati Guru dan Siswa

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com