Risma memang kader PDIP yang mumpuni. Ia pernah dinobatkan sebagai walikota terbaik ketiga di dunia oleh World Mayor Prize (WMP) pada 2015.
WMP menyebut, salah satu prestasi Risma adalah membuat sebagian besar lahan kosong menjadi ruang terbuka. Di Surabaya Risma membangun 11 taman besar dengan tema berbeda dengan kelengkapan akses wifi.
Pendek kata, Risma mengubah wajah kota Surabaya yang panas dan gersang menjadi asri dan ramah publik.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, saat berbicara dalam acara bedah buku "Merajut Kemelut: Risma, PDI Perjuangan, dan Pilkada Surabaya", di Universitas Airlangga, Surabaya, Senin (11/4/2016), pernah memuji kepemimpinan Risma.
Menurut Hasto, Risma memiliki sentuhan politik dalam wajah kerakyatan. Risma dianggapnya mampu mengintegrasikan antara harapan wong cilik dengan kebijakan-kebijakannya yang berbasis perkembangan teknologi informasi modern.
Prestasi dan kapabilitas kepemimpinan Risma sudah terbukti. Pertanyaannya, apa relevansinya menarik Risma ke Jakarta?
Dengan seluruh kemampuannya, kenapa Risma tidak dibiarkan membangun Jawa Timur yang menjadi basis kepemimpinnannya.
Jawa Timur punya segudang persoalan yang membutuhkan kecakapan Risma.
Mari kita tengok beberapa di antaranya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Timur menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2015 berada di peringat 16 dari 34 provinsi di Indonesia dengan angka 68,95 jauh di bawah DKI Jakarta yang menduduki peringkat pertama dengan nilai 78,99.
IPM adalah tolok ukur kuantitatif tentang sejauh mana masyarakat mendapatkan akses hasil pembangunan dalam hal pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya.
Tiga dimensi dasar pengukuran IPM adalah umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, serta standar hidup yang layak.
IPM menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam membangun kualitas hidup masyarakat. Semakin tinggi angka IPM suatu daerah, semakin berkualitas kehidupan masyarakat di daerah itu.
Selengkapnya soal IPM 2015 bisa dilihat di sini.
Jawa Timur juga memiliki angka penduduk miskin jauh lebih banyak dibanding Jakarta. Data BPS 2015 menyebutkan, jumlah penduduk miskin di Jawa Timur mencapai 4,7 juta orang. Sementara, di Jakarta tercatat 368 ribu. Data BPS bisa dilihat di sini.
Di bidang pendidikan, Jawa Timur juga masih punya pekerjaan rumah terkait angka penduduk yang masih buta huruf.