JAKARTA, KOMPAS.com - Tidak ada kader partai politik (parpol) yang diusung sebagai calon gubernur pada Pilkada DKI 2017. Dari tiga pasangan calon yang ada, sejumlah parpol pasang kadernya pada posisi calon wakil gubernur. Bahkan satu pasang calon, yaitu pasangan Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni dua-duanya bukan kader partai.
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah diusung PDI-P, Hanura, Nasdem dan Golkar. Ahok tak memiliki partai.
Anies Baswedan diusung Partai Gerindra dan PKS. Anies juga bukan kader partai. Anies lebih dikenal di dunia pendidikan dan terakhir menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Agus Harmurti Yudhoyono dan Sylviana Murni diusung oleh Partai Demokrat, PKB, PAN dan PPP. Agus merupakan putra Ketua Umum partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. Agus selama ini berkarir di TNI. Sementara Sylviana merupakan birokrat yang sebelumnya menjabat sebagai Deputi Gubernur Bidang Pariwisata dan Kebudayaan DKI.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow menilai, ketidakpercayaan masyarakat terhadap kader partai menjadi salah satu alasan parpol mengusung calon non-partai. Jeirry menjelaskan, warga Jakrta sering disuguhi perangai politisi yang mencla-mencle". Masyarakat menilai hal itu sebagai bentuk ketidakkonsistenan kader serta parpolnya.
Menurut Jeirry, kalaupun masyarakat memilih parpol, itu karena keterpaksaan.
Parpol, kata Jeirry, memilih figur non-partai sebagai strategi untuk mendulang suara. Figur seperti Ahok dan Anies dinilai telah dikenal masyarakat serta memiliki pengalaman yang cukup untuk memimpin Jakarta.
"Memajukan orang partai tidak strategis untuk partai, bisa jadi bunuh diri karena seperti mengantarakan diri sendiri ke kekalahan. Jadi kan semua ingin menang, jadi pilihannya harus orang yang profesional," kata Jeirry dalam diskusi publik di Jakarta Pusat, Minggu (25/9/2016).
Peneliti Statesmanship & Political Campaign (PARA Syndicate), Fahri Huseinsyah, menjelaskan, parpol memang kini lebih terbuka terhadap figur tertentu untuk diusung sebagai calon kepala daerah.
Menurut Fahri, itu merupakan strategi pragmatis untuk memperluas basis pemilih dan peluang menang.
"Memang dalam kandidasi sekarang itu partai fleksibel. Ini membuktikan kalau partai itu terbuka dengan tren publik terhadap figur tertentu," kata Fahri saat dihubungi di Jakarta, Minggu.
Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, menilai partai politik telah gagal melakukan kaderisasi untuk memunculkan calon pemimpin yang diinginkan rakyat.
Menurut dia, hal itu terjadi karena parpol tidak mementingkan kualitas saat menentukan calon yang diusung. Parpol lebih memilih mengusung calon dengan modal keuangan yang besar dan popularitas yang tinggi. Akibatnya, partai tidak terlalu peduli dengan kaderisasi yang harus dilakukan.
"Dari tiga calon gubernur (DKI), tidak ada yang kader internal partai. Ini membuktikan bahwa proses kaderisasi di partai politik kurang akseleratif sehingga partai harus mencari dari luar," kata Masykurudin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.