Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Penghadang Kampanye Djarot Divonis Bersalah oleh Hakim

Kompas.com - 22/12/2016, 09:38 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Naman Sanip (52), penghadang kampanye calon wakil gubernur DKI, Djarot Saiful Hidayat, akhirnya divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat pada Rabu (21/12/2016) kemarin. Naman dinyatakan bersalah karena mengganggu kampanye Djarot.

Perjalanan kasus Naman sampai akhirnya terjerat pidana dimulai pada 9 November lalu di Kembangan, Jakarta Barat. Saat itu Djarot hendak pulang karena selesai kampanye di sekitar kawasan tersebut. Namun saat hendak masuk ke mobil, Djarot memilih mendatangi para pengunjuk rasa yang berada beberapa meter di belakang mobilnya.

Mereka meneriakan slogan-slongan penolakan terhadap Djarot dan pasangan calonnya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Djarot lantas mencari pimpinan pengunjung rasa.

"Mana komadannya, komandannya mana. Aku mau bicara dulu," kata Djarot di depan pengunjuk rasa.

Para pendemo itu umumnya masih remaja, bahkan ada anak kecil yang ikut-ikutan. Djarot akhirnya dipertemukan dengan seorang lelaki paruh baya berbaju koko dan berpeci hitam, yang belakangan diketahui sebagai Naman.

Djarot mengajak Naman berdiskusi. Suasana sedikit tegang. Naman saat itu menyebut Djarot sama saja dengan Ahok. Djarot bertanya apa keinginan Naman. "Saya kan menolak Ahok, karena (Djarot) satu group," kata pria tersebut.

Djarot menjelaskan kepada Naman bahwa kegiatannya berkampanye dan mengunjungi suatu wilayah manapun dilindungi oleh Undang-undang. Naman berdalih, penolakan mereka tidak terkait pilkada DKI 2017 tetapi terkait dugaan penistaan agama oleh Ahok.

"Kalau masalah penistaan agama, ini ada Pak Polisi, Pak. Sudah diproses oleh polisi. Gitu lho, Pak," jawab Djarot.

Djarot mengingatkan Naman bahwa penghadangan seperti itu bentuk pelanggaran. Djarot menyatakan akan melaporkannya kepada Bawaslu.

Dilaporkan ke Bawaslu

Penolakan itu akhirnya dilaporkan ke Bawaslu DKI pada malam harinya oleh tim pemenangan Ahok-Djarot.

Ketua Badan Pengawas Pemilu DKI Mimah Susanti saat itu ia mengatakan ada empat temuan Bawaslu DKI terkait gangguan kampanye Pilkada DKI 2017. Keempat gangguan yang ditemukan Bawaslu itu dialami pasangan calon nomor pemilihan dua, Ahok-Djarot. Dua kejadian di Jakarta Utara, satu di Jakarta Barat, dan satu lainnya di Jakarta Selatan.

Bawaslu akhirnya memutuskan kasus penghadangan kampanye terhadap Djarot di Kembangan Utara memenuhi unsur tindak pidana pemilu. Bawaslu membuat laporan ke Polda Metro Jaya untuk menyidik kasus tersebut.

Naman kemudian ditetapkan sebagai terduga pelaku penghadangan Djarot. Ia disangkakan melanggar Pasal 187 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Polisi yang menyidik kasus itu kemudian menangkap Naman pada 22 November 2016. Ia  kemudian dibawa ke Mapolda Metro Jaya dan ditetapkan sebagai tersangka.

Kepada polisi, Naman mengaku aksi menghadang Djarot itu spontan karena tidak suka kepada calon gubernur petahana atau Ahok.

Kasus itu masuk ke persidangan pada 13 Desember 2016. Setelah sekitar delapan hari sidang, Naman akhirnya divonis bersalah oleh mejelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Naman divonis dua bulan penjara dengan masa percobaan empat bulan. Ketua Majelis Hakim Masrizal menyatakan, Naman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penghadangan kampanye.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama dua bulan penjara. Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani," kata Masrizal.

Jika dalam masa percobaan empat bulan itu Naman melakukan tindak pidana yang sama atau tindak pidana lain, ia akan menjalani putusan penjara yang dua bulan tersebut.

Atas putusan tersebut, Naman menyatakan pikir-pikir mengenai putusan hakim. "Saya masih minta waktu Pak," ujar Naman.

Naman tetap yakin dirinya tidak bersalah. "Itu pandangan majelis hakim, tapi kronologisnya saya tidak bersalah," kata Naman, seusai persidangan.

Naman menyatakan, dia tidak anarkis saat kejadian dan tidak ikut meneriakan yel-yel. Naman juga membantah sebagai komandan massa yang berdemo saat itu. "Saya cuma tukang bubur," kata Naman.

Pengacara Naman, Abdul Haris Ma'mun menyatakan putusan majelis tidak sesuai dengan fakta di persidangan. "Karena (Naman) enggak pernah mengacaukan. Karena kampanye Pak Djarot sudah selesai di situ," kata Abdul.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Megapolitan
Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com