Rencana ini seolah membakar semangat warga. Sebagian warga menyumbang material untuk pembangunan, sebagian lainnya menyumbang tenaga. Mereka bergotong-royong mewujudkan rencana membangun lahan tersebut.
“Kalau diakumulasi, habisnya bisa sampai ratusan juta. Saya ingat pengeluaran untuk air mancur saja mencapai Rp 30 juta,” imbuh Suzanto.
Tahap demi tahap bangunan mereka lewati hingga akhirnya pada 2009 pembangunan selesai. Jerih payah ini menumbuhkan kebanggaan bagi warga.
Jadi RPTRA
Bertahun-tahun warga menikmati ruang publik tersebut. Hingga pada pertengahan 2016, warga dikejutkan dengan rencana pemerintah daerah (Pemda) untuk membangun RPTRA di lahan tersebut. Ia dan warga, waktu itu diundang ke kantor kecamatan oleh suku dinas perumahan.
“Sifatnya pemberitahuan, bukan dialog. Bagaimana kami bisa berargumentasi mempertahankan aset warga?” ujarnya.
Pada 22 Agustus 2016, berita acara serah terima lahan itu diterima Suzanto. Saat pengukuran, dikatakan bahwa ruang pertemuan yang di dalamnya terdapat PAUD, ruang PKK, dan posyandu kesehatan balita dan lansia tak akan dibongkar.
“Tidak konsisten,” ucapnya.
Kemudian, diterbitkanlah surat izin pembongkaran bangunan pada September 2016. Isinya, mereka diberikan batas waktu 7 hari untuk memindahkan barang.
“Pedih hati kami membacanya. Terbayang kembali bagaimana gotong-royong waktu itu. Di sini tempat kami berkumpul dan berembuk menyatukan persepsi untuk membangun lingkungan,” ujar dia.
(Baca juga: Data Pemprov DKI, RPTRA yang Sudah Dibangun Berjumlah 186)
Memang, tidak semua bangunan dibongkar. Hanya aula yang dibongkar karena akan diubah jadi lapangan futsal, dan akhirnya jadi bangunan permanen untuk PAUD.
Padahal, belakangan, aula sering dipinjam warga yang rumahnya berada di gang-gang sempit untuk melaksanakan resepsi pernikahan.
Kata Suzanto, tempat itu juga pernah dipinjam untuk tamu kelurahan dan instansi lainnya. PAUD yang sudah berjalan pun lalu kegiatannya dipindah ke garasi rumah warga.
Kini, setelah pembangunan RPTRA selesai, yang tersisa adalah fasilitas bermain, air mancur, dan bekas plang “Air mancur/taman ini dibangun oleh swadaya masyarakat.”
Sejak itu, pertemuan-pertemuan warga lebih sering dilakukan di sepanjang badan jalan beratapkan tenda. Begitupun saat ada kegiatan Posyandu.
“Paling deg-degan kalau sedang ada pertemuan. Kami semua berdoa jangan sampai hujan,” ujarnya lagi.
Tinggal kenangan