Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenangan yang Tersimpan di Balik Pembangunan RPTRA Tanjung Duren Utara

Kompas.com - 19/01/2017, 15:12 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com –
Dari sederet catatan soal kurangnya ruang terbuka hijau di Jakarta, warga Tanjung Duren Utara boleh berbangga hati. Mereka memiliki satu taman yang dikelilingi pohon-pohon besar berusia puluhan tahun.

Taman Rambutan RW 04 Tanjung Duren Utara, begitu orang menyebutnya. Taman yang berdiri di atas lahan seluas 2.400 meter persegi itu bagai oase di tengah padatnya rumah penduduk.

Bagian depan taman diisi fasilitas bermain anak, seperti ayunan, seluncuran, dan jungkit-jungkit. Di bagian belakang, ada lapangan futsal dan blok air mancur.  

Kalau sore, warga kerap datang untuk duduk-duduk, sekadar menikmati semilir angin di taman itu. Saat akhir pekan, taman itu biasanya ramai sejak pagi.

Taman itu seolah menjadi kebanggaan warga Tanjung Duren Utara. Namun, kebanggaan itu pun sirna.

“Lokasi ini kebanggan kami (warga), tetapi dulu,” ujar Ketua RW 04 Tanjung Duren Utara Suzanto Sumaryono (64) ditemui Rabu, (18/1/2017).

Jerih payah warga

Kini, Taman Rambutan berubah nama menjadi Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Tanjung Duren. Suzanto mengawali ceritanya dengan menghela napas.

“Taman Rambutan adalah bagian dari sejarah dan jerih payah kami sebagai warga sini,” ujarnya.

(Baca juga: Faktor Keamanan Jadi Alasan Orangtua Membawa Anaknya Bermain di RPTRA)

Waktu itu, 1970-an, saat lokasi taman masih berupa rawa, tak ada orang yang meliriknya. Bahkan, tempat itu sering dijadikan lokasi pembuangan sampah.

Seiring waktu, pada 1976, warga bersepakat untuk menguruk rawa. Harapannya, lahan bisa digunakan sewaktu-waktu.

Sepuluh tahun kemudian, tanah mulai keras. Didirikanlah sekretariat RW di lahan itu.

“Lalu, warga kembali berpikir untuk memanfaatkannya. Ada yang berjualan kaki lima, dan taruh kandang ayam di sana,” ujar Suzanto.

Keadaan terus bergulir sampai Suzanto menjabat sebagai Ketua RW 04 Tanjung Duren. Terlintas dalam pikirannya untuk menata taman di lokasi itu.

“Lokasinya berseberangan dengan masjid, harus ditata agar rapi dan pantas dilihat. Kalau diisi pedagang kaki lima kan rawan ada preman, saya tidak mau,” ujarnya.

Setelah memberi pengertian pada beberapa pihak, lahan itu dikosongkan kembali. Pada 2008, Suzanto mengumpulkan warga, memberi tahu keinginannya untuk membuat taman.

Ia pun memperlihatkan rencana rancang bangunnya kepada warga. “Tempat itu bisa jadi ruang publik. Selain taman bermain anak, rencananya akan ada aula. Saya perlihatkan rancang bangunnya,” kata dia.

Adapun aula berguna untuk pertemuan warga. Tak hanya itu, di sana juga akan dibuat bangunan permanen untuk kegiataan posyandu dan sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD).

Rencana ini seolah membakar semangat warga. Sebagian warga menyumbang material untuk pembangunan, sebagian lainnya menyumbang tenaga. Mereka bergotong-royong mewujudkan rencana membangun lahan tersebut.

“Kalau diakumulasi, habisnya bisa sampai ratusan juta. Saya ingat pengeluaran untuk air mancur saja mencapai Rp 30 juta,” imbuh Suzanto.

Tahap demi tahap bangunan mereka lewati hingga akhirnya pada 2009 pembangunan selesai. Jerih payah ini menumbuhkan kebanggaan bagi warga.

Jadi RPTRA

Bertahun-tahun warga menikmati ruang publik tersebut. Hingga pada pertengahan 2016, warga dikejutkan dengan rencana pemerintah daerah (Pemda) untuk membangun RPTRA di lahan tersebut. Ia dan warga, waktu itu diundang ke kantor kecamatan oleh suku dinas perumahan.

“Sifatnya pemberitahuan, bukan dialog. Bagaimana kami bisa berargumentasi mempertahankan aset warga?” ujarnya.

Pada 22 Agustus 2016, berita acara serah terima lahan itu diterima Suzanto. Saat pengukuran, dikatakan bahwa ruang pertemuan yang di dalamnya terdapat PAUD, ruang PKK, dan posyandu kesehatan balita dan lansia tak akan dibongkar.


Namun, kenyataannya berkata lain. Pihak suku dinas perumahan meminta semua bangunan yang ada di lokasi Taman Rambutan itu dibongkar.

“Tidak konsisten,” ucapnya.

Kemudian, diterbitkanlah surat izin pembongkaran bangunan pada September 2016. Isinya, mereka diberikan batas waktu 7 hari untuk memindahkan barang.

“Pedih hati kami membacanya. Terbayang kembali bagaimana gotong-royong waktu itu. Di sini tempat kami berkumpul dan berembuk menyatukan persepsi untuk membangun lingkungan,” ujar dia.

(Baca juga: Data Pemprov DKI, RPTRA yang Sudah Dibangun Berjumlah 186)

Memang, tidak semua bangunan dibongkar. Hanya aula yang dibongkar karena akan diubah jadi lapangan futsal, dan akhirnya jadi bangunan permanen untuk PAUD.

Padahal, belakangan, aula sering dipinjam warga yang rumahnya berada di gang-gang sempit untuk melaksanakan resepsi pernikahan.

Kata Suzanto, tempat itu juga pernah dipinjam untuk tamu kelurahan dan instansi lainnya. PAUD yang sudah berjalan pun lalu kegiatannya dipindah ke garasi rumah warga.

Kini, setelah pembangunan RPTRA selesai, yang tersisa adalah fasilitas bermain, air mancur, dan bekas plang “Air mancur/taman ini dibangun oleh swadaya masyarakat.”

Sejak itu, pertemuan-pertemuan warga lebih sering dilakukan di sepanjang badan jalan beratapkan tenda. Begitupun saat ada kegiatan Posyandu.

“Paling deg-degan kalau sedang ada pertemuan. Kami semua berdoa jangan sampai hujan,” ujarnya lagi.

Tinggal kenangan

Saat ini, warga masih suka  berkunjung ke RPTRA saat sore tiba. Anak-anak juga masih suka bermain di sana. Taman baru sepi saat magrib.

Kendati demikian, menurut seorang hansip desa, Maulana (61), taman ini lebih ramai ketika dulu.

"Lebih bagus karena warganya merasa tempat ini punya mereka. Hasil jerih payah bersama,” ujar dia.

Maulana sudah berjaga di tempat itu sejak 1995. Waktu itu, lokasi taman hanya menjadi tempat parkir.

Saat menjadi Taman Rambutan, Maulana dan Hansip Desa lainnya mendapat pos jaga. Meskipun tidak besar, pos tersebut bisa dijadikan tempat istirahat saat mengantuk.

“Sekarang sudah tidak ada,” kata dia.

Kini, tempat istirahatnya adalah sofa yang berada tepat di bawah pohon besar dekat fasilitas bermain anak. Itu pun, tidak permanen. Bisa saja nantinya sofa itu dirapikan oleh pengelola RPTRA.

Menjelang magrib, Kompas.com menghampiri salah satu pengunjung, Ateng Diatiko (69). Seorang diri, ia duduk di tepian kolam air mancur.

“Dulu bagus banget Dik, terasa lebih hidup. Saya hampir setiap hari ke sini,” ujarnya.

(Baca juga: Ahok: RPTRA Bisa Minimalisasi Kekerasan terhadap Anak)

Ateng bukan warga RW 04 yang ikut membantu pembangunan, tetapi ia tinggal dekat taman. Katanya, kolam di bawah air mancur itu, saat kepengurusan taman dipegang warga, masih terurus. Oleh warga, kolam itu diisi ikan.

“Air mancurnya selalu dinyalakan. Indah dilihatnya. Buat orangtua seperti saya, itu bikin tenang,” kata Ateng.

Surat keberatan              

Berpasrah diri bukan berarti menyerah. Sampai saat ini, Suzanto dan warga masih mengupayakan agar aset itu bukan tinggal kenangan.

“Kami senang itu bisa jadi ruang publik untuk banyak orang tetapi hargai jerih payah kami,” ujar Suzanto lagi.

(Baca juga: Ahok Ingin Pusat Kesenian Berada di RPTRA)

Beberapa langkah pun ia jalani, termasuk mengirimkan surat aduan kepada Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono pada 17 Desember 2016.    

“Lebih pedih lagi saat ada isu bahwa pengurut RT dan RW mendapatkan komisi dari kontraktor. Padahal tidak se-sen pun kami terima. Atas tuduhan ini, saya mengadukannya pada Lurah Tanjung Duren Utara,” kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPAI: Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat 60 Persen

KPAI: Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Meningkat 60 Persen

Megapolitan
Belum Laku, Rubicon Mario Dandy Rencananya Mau Dikorting Rp 100 Juta Lagi

Belum Laku, Rubicon Mario Dandy Rencananya Mau Dikorting Rp 100 Juta Lagi

Megapolitan
3 Pelaku Begal Casis Polri di Jakbar Residivis, Ada yang Bolak-balik Penjara 6 Kali

3 Pelaku Begal Casis Polri di Jakbar Residivis, Ada yang Bolak-balik Penjara 6 Kali

Megapolitan
LPSK Dorong Pemenuhan Akomodasi Siswi SLB yang Jadi Korban Pemerkosaan, Termasuk Perlindungan

LPSK Dorong Pemenuhan Akomodasi Siswi SLB yang Jadi Korban Pemerkosaan, Termasuk Perlindungan

Megapolitan
Pemkot Jakbar Imbau Warga dengan Ekonomi Mampu Tak Beli Elpiji 3 Kg

Pemkot Jakbar Imbau Warga dengan Ekonomi Mampu Tak Beli Elpiji 3 Kg

Megapolitan
Jasad Wanita di Selokan Jalan Juanda Bekasi, Korban Telah Hilang Selama 4 Hari

Jasad Wanita di Selokan Jalan Juanda Bekasi, Korban Telah Hilang Selama 4 Hari

Megapolitan
Jasad Perempuan Ditemukan di Selokan Bekasi, Polisi: Sempat Terlihat Sempoyongan

Jasad Perempuan Ditemukan di Selokan Bekasi, Polisi: Sempat Terlihat Sempoyongan

Megapolitan
Rubicon Mario Dandy Belum Juga Laku di Lelang meski Harganya Telah Dikorting

Rubicon Mario Dandy Belum Juga Laku di Lelang meski Harganya Telah Dikorting

Megapolitan
Remaja Perempuan Direkam Ibu Saat Bersetubuh dengan Pacar, KPAI Pastikan Korban Diberi Perlindungan

Remaja Perempuan Direkam Ibu Saat Bersetubuh dengan Pacar, KPAI Pastikan Korban Diberi Perlindungan

Megapolitan
Eks Warga Kampung Bayam Sepakat Pindah ke Hunian Sementara di Ancol

Eks Warga Kampung Bayam Sepakat Pindah ke Hunian Sementara di Ancol

Megapolitan
Kronologi Komplotan Remaja Salah Bacok Korban saat Hendak Tawuran di Cimanggis Depok

Kronologi Komplotan Remaja Salah Bacok Korban saat Hendak Tawuran di Cimanggis Depok

Megapolitan
Sampah Menggunung di TPS Kembangan, Ketua RT Sebut Kekurangan Petugas untuk Memilah

Sampah Menggunung di TPS Kembangan, Ketua RT Sebut Kekurangan Petugas untuk Memilah

Megapolitan
Ditetapkan sebagai Tersangka, Ini Peran 5 Pelaku Begal Casis Bintara Polri di Jakbar

Ditetapkan sebagai Tersangka, Ini Peran 5 Pelaku Begal Casis Bintara Polri di Jakbar

Megapolitan
Iseng Masukan Cincin ke Kelamin hingga Tersangkut, Pria di Bekasi Minta Bantuan Damkar Buat Melepas

Iseng Masukan Cincin ke Kelamin hingga Tersangkut, Pria di Bekasi Minta Bantuan Damkar Buat Melepas

Megapolitan
Sopir Truk Sampah di Kota Bogor Mogok Kerja, Puluhan Kendaraan Diparkir di Dinas Lingkungan Hidup

Sopir Truk Sampah di Kota Bogor Mogok Kerja, Puluhan Kendaraan Diparkir di Dinas Lingkungan Hidup

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com