Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada "Serba Pantang" di Imlek, Apa Kata Generasi Milenial Tionghoa?

Kompas.com - 27/01/2017, 17:57 WIB
Hisnudita Hagiworo

Penulis

Selain untuk melestarikan tradisi dan kebudayaan, perayaan Imlek juga kerap menjadi kesempatan bagi keluarga besar Tionghoa untuk berkumpul, sekalipun di antara mereka tak semuanya masih menganut ajaran Budha.

Cerita lebih lugas datang antara lain dari Deliusno, wartawan yang juga keturunan Tionghoa. Banyak hal dalam rangkaian perayaan Imlek tak lagi dia pahami latar belakang dan maksud keberadaannya.

"Kakek saya lahir masih di China daratan. Namun, saya menjalani banyak tradisi Imlek lebih karena terbiasa sejak kecil," aku Deliusno, Kamis (26/1/2017).

Meski begitu, lanjut Deliusno, semua pernak-pernik berupa keharusan dan larangan dalam tradisi tersebut sebenarnya menyimbolkan harapan baik untuk setahun ke depan.

Saat kecil, Deliusno mengaku pernah disuruh orangtuanya membaca komik yang menjelaskan segala tradisi orang Tionghoa. "Wah, susah juga ingat satu per satu. Semua ada maksudnya, kenapa begini kenapa begitu, ada pula kisah legenda di baliknya," tutur dia.

Shierine Wangsa Wibawa, juga wartawan dan keturunan Tionghoa, memberikan contoh soal kisah legenda itu terkait larangan memegang sapu.

Konon, tutur dia, dulu ada lelaki teramat sangat miskin. Suatu hari, dia bertemu dan akhirnya menikah dengan perempuan cantik yang ternyata adalah bidadari dari kahyangan. Setelah pernikahan itu, si lelaki dan keluarganya jadi kaya raya.

Namun, tepat pada suatu tahun baru, lelaki ini mengamuk dan memukul istrinya memakai sapu, sampai si istri kembali ke kahyangan. "Nah, si lelaki balik miskin lagi setelah itu. Kenapa sekarang jadi pantangan pegang sapu, biar ga sial di tahun yang baru," ujar Shierine.

Deliusno dan Shierine tak menampik, banyak hal terkait legenda dan pesan di balik tradisi Imlek sudah terasa samar. Namun, mereka berdua mengaku suasana Imlek setelah ditetapkan sebagai hari libur nasional sangat menyenangkan dan membekas.

"Dulu sebelum itu hanya dirayakan di rumah, seperti diam-diam. Sekarang semua meriah. Bisa berkumpul keluarga, dan segala rupa," ujar Deliusno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Masih Ada 7 Anak Pasien DBD yang Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com