Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Ahok terhadap Saksi Pelapor

Kompas.com - 07/02/2017, 08:44 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tim kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah melaporkan empat saksi dalam persidangan penodaan agamanya atas tuduhan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah.

Pada Senin (6/2/2017), tim kuasa hukum melaporkan Muhammad Asroi Saputra.

Sebelumnya mereka juga melaporkan Willyuddin Abdul Rasyid, Sekretaris Jenderal Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta Novel Chaidir Hasan, dan Ketua FPI DKI Jakarta Muchsin Alatas.

"Apakah semua akan dilaporkan pelapor-pelapor itu? Jawabnya adalah siapa pun yang memberikan keterangan palsu di bawah sumpah, itu satu. Kedua, yang berstatus pelapor dalam perkara Ahok itu akan kita laporkan. Jadi ada dua syarat penting," kata tim kuasa hukum Ahok, I Wayan Sudirta, di Mapolda Metro Jaya, Senin malam.

Novel Chaidir Hasan yang bersaksi pada Selasa (3/1/2017) dilaporkan karena menyatakan pembunuhan terhadap kedua anak buahnya dilakukan Ahok, bahwa Ahok merekayasa kasusnya sehingga Novel masuk penjara.

Pada hari yang sama Muchsin Alatas juga bersaksi ketika Ahok berpidato pada 27 September 2016 di Kepulauan Seribu, dia dapat ribuan telepon dan pesan singkat yang menyatakan bahwa telah terjadi penistaan agama atas pidato Ahok.

Muchsin dilaporkan karena menyebut bukti telepon dan pesan singkat telah dihapus, dalam kata lain, tidak bisa dipertanggungjawabkan dan dibuktikan. Willyudin yang bersaksi pada Selasa (17/1/2017) dilaporkan karena kejanggalan laporan kepolisian yang dibuatnya di Polrestabes Bogor.

Willyudin yang merupakan seorang anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat dalam berita acara pemeriksaan (BAP) disebut melapor pada 6 September 2016, padahal Ahok baru berpidato pada 27 September 2016.

Locus delicti atau tempat kejadian perkara yang seharusnya di Kepulauan Seribu juga ditulis di Lagoa dalam BAP itu. Kedua polisi yang belakangan juga dihadirkan menyebut ia hanya menulis sesuai keterangan Willyudin.

Adapun Asroi yang bersaksi pada Selasa (24/1/2017) juga dilaporkan atas tuduhan serupa. Asroi yang merupakan pegawai negeri sipil (PNS) di kantor KUA Padang Sidempuan menyampaikan bahwa yang menjadi korban dari ucapan Ahok adalah umat Islam sedunia.

Ia menyebut karena umat Islam bersaudara, pasti akan merasakan hal yang sama. Jengah atas kejanggalan kesaksian para pelapor, tim kuasa hukum bahkan "iseng" membuat puluhan surat pertanyaan kepada negara-negara yang memiliki penduduk Muslim apakah benar warganya diwakili oleh Asroi.

Surat balasan dari Suriname yang berisi bantahan keterkaitan dengan sidang Ahok dijadikan alat bukti untuk melaporkan Asroi. Tim kuasa hukum juga masih menyiapkan laporan terhadap saksi lainnya yang dianggap berbohong, seperti Irena Handono.

"Kami laporkan agar jangan sampai orang bisa seenaknya bersaksi bohong di pengadilan," kata Wayan.

Mekanisme sidang

Segala kerepotan yang ditempuh Ahok ini menjadi sorotan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). LPSK mendengar adanya keinginan saksi yang dilaporkan untuk meminta perlindungan dari LPSK.

LPSK akan melindungi dengan syarat saksi beriktikad baik untuk mengungkap kejahatan tanpa motif lainnya. Sementara Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Ferorm (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menjelaskan bahwa hakim memiliki peran penting dalam mencegah adanya aksi saling lapor terkait kesaksian di persidangan.

Sebelum memulai persidangan, hakim membaca BAP dari penyidik dan penuntut. Dengan demikian, hakim bisa menilai mana saksi yang perlu diambil keterangannya. Selain itu, perlu adanya kesadaran untuk memberikan kesaksian yang sebenar-benarnya dari para saksi.

Sebab, ada ancaman hukuman atas kesaksian palsu, sesuai yang diatur Pasal 174 KUHP. Jadi, tidak ada alasan dari setiap orang yang bersaksi untuk memberikan kesaksian yang tidak sebenarnya.

"Aturan mengenai kesaksian sudah sangat jelas, maka sebaiknya yang diambil adalah mekanisme ini bukan melalui saling lapor-melapor," kata Supriyadi.

SBY akan dilaporkan?

Di luar persidangan, tim kuasa hukum juga mengancam akan melaporkan siapapun yang memfitnah mereka. Fitnah ini terkait persidangan pada Selasa (31/1/2017) lalu ketika kuasa hukum menyampaikan mereka memiliki bukti percakapan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin dengan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono.

Siapa pun yang menyebut kuasa hukum menyadap ataupun memiliki rekaman dan transkrip, akan dilaporkan.

"Siapa pun yang ngomong seperti itu kita akan polisikan kalau ada yang mengatakan pengacara punya rekaman," ujar Wayan.

Lalu bagaimana dengan SBY, bukankah dia yang menyebut kuasa hukum memiliki rekaman?

Wayan menegaskan, kuasa hukum akan melaporkan semua warga negara berkedudukan sama di mata hukum. Ia hanya tersenyum, enggan menyebut nama SBY secara langsung.

"Mau dikaitkan, tapi enggak berani. Itu jelas-jelas menuduh kalau pengacara punya transkrip. Dikait-kaitkan, disamar-samarkan, tapi enggak berani menuduh pengacara melakukan penyadapan. Disamarkan tapi orang jadi bingung, maka perlu klarifikasi hati-hati berbicara. Kami bekerja di sana atas dasar undang-undang," kata Wayan.

Kompas TV Perjalanan Sidang Ketujuh Dugaan Penodaan Agama
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com