JAKARTA, KOMPAS.com - Dua orang nelayan yang menyaksikan pidato Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu menjadi saksi fakta dalam sidang kemarin. Mereka adalah Jaenudin dan Sahbudin yang secara bergiliran diperiksa dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama, di Kementerian Pertanian, Selasa (7/2/2017).
Jaenudin merupakan nelayan yang tidak tamat SD. Dia agak kesulitan mendengar, sehingga hakim, jaksa, dan kuasa hukum harus berbicara dengan volume suara yang lebih kencang. Jaenudin bercerita diundang dalam rapat tentang perikanan di Pulau Pramuka.
Ternyata, rapat tersebut dihadiri langsung oleh Basuki atau Ahok yang saat itu masih aktif sebagai gubernur DKI.
"Enggak kenal pejabat lah Pak saya mah. Tapi kalau gubernur, tahu," ujar Jaenudin saat ditanya siapa saja pejabat yang hadir dalam acara itu.
Hanya beberapa hal saja diingat Jaenudin dalam pidato Ahok. Dia ingat janji Ahok tentang pembagian hasil 80:20 kepada mereka yang ingin budidaya ikan kerapu. Kemudian dia juga ingat janji Ahok tentang harga sembako di Kepulauan Seribu.
"Terus dia juga bilang, kalau ada yang lebih bagus dari saya, pilih yang lebih bagus dari saya," ujar Jaenudin.
Jaenudin ditanya apakah juga mendengar soal Al-Maidah ayat 51 pada pidato Ahok. Jaenudin menjawab bahwa dia tidak "campungin". Maksudnya, dia tida memerhatikan.
"Enggak campungin, maksudnya enggak perhatiin," ujar Jaenudin.
Tingkah polos Jaenudin membuat para hadirin tertawa. Namun tawa itu segera diredam atas permintaan hakim.
Selain itu, pengacara Ahok sempat bertanya kepada Jaenudin tentang suasana ketika warga pulau menyambut Ahok. Jaenudin mengatakan banyak warga yang berfoto-foto dengan Ahok.
"Ada enggak yang berebut salaman?" tanya pengacara. "Ada, Pak," jawab Jaenudin. "Tahu yang namanya selfie enggak?" tanya pengacara. "Oh yang kayak begini ya, Pak?" jawab Jaenudin sambil menirukan gerakan tangan saat sedang swafoto.
Tingkah polos Jaenudin lagi-lagi mengundang tawa. (Baca: Dua Saksi Nelayan pada Sidang Ahok Tidak Memahami Surat Al-Maidah)
Saksi nelayan yang kedua, Sahbudin, juga tidak kalah polosnya. Sama seperti Jaenudin, hal yang ditangkap Sahbudin dalam pidato Ahok adalah soal bagi hasil 80:20, soal subsidi beras, dan permintaan untuk tidak memilih Ahok jika ada calon lain yang lebih baik.
Saat ditanya soal surat Al-Maidah dalam pidato, Sahbudin tidak tahu.
"Saya enggak perhatiin," ujar dia.
Baik Jaenudin dan Sahbudin tidak memperhatikan ucapan Ahok soal surat Al-Maidah 51 pada pidato tersebut. Keduanya mengatakan mereka merasa biasa-biasa saja tentang pidato Ahok. Begitupun warga pulau yang mendengarnya. (Baca: Tingkah Nelayan yang Jadi Saksi Ini Bikin Sidang Ahok Penuh Tawa)
Tersinggung dan kecewa
Keduanya baru tahu masalah dugaan penodaan agama justru setelah beberapa hari. Jaenudin diminta menjadi saksi dan dibuatkan BAP terkait kejadian itu. Oleh polisi, Jaenudin diperlihatkan video pidato Ahok.
"Kan saya ditanya, 'Bapak tahu enggak sempat disinggung surat Al-Maidah di sana?' Saya bilang enggak tahu, sama dia 'Nih biar Bapak nonton nih'," ujar Jaenudin.
Setelah menyaksikan ulang, barulah Jaenudin merasa tersinggung.
"Kalau Pak Ahok bicara seperti itu ya harus minta maaf," ujar Jaenudin.
Begitupun dengan Sahbudin. Sahbudin baru tahu soal Al-Maidah dalam pidato Ahok ketika berkumpul dengan teman-temannya di Kali Adem. Dia menonton video pidato Ahok ketika di Kali Adem.
Namun, Sahbudin merasa bahwa itu bukan urusannya. Kemudian, Sahbudin menonton acara kuliah subuh Aa Gym dari televisi yang mengatakan apabila Ahok meminta maaf, maka masalah selesai.
"Aa Gym bilang kalau memang salah ya minta maaf," ujar Sahbudin. (Baca: Saksi Nelayan Kecewa Ahok Singgung Al Maidah Saat Sosialisasi)
Setelah itulah dia merasa kekecewaan terhadap Ahok. Sebab, Ahok menyampaikan ayat dalam Al-Quran pada acara budidaya ikan kerapu.
"Kita kan Islam, Pak Ahok Kristen, ya enggak sesuai saja," ujar Sahbudin.