Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Rusun Cibesel Keberatan dengan Rencana Pembatasan Air

Kompas.com - 28/02/2017, 19:52 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membatasi penggunaan air bagi warga rusun. Setiap bulan, pemerintah menjatah 10 kubik bagi warga.

Oyo (45), warga Blok D Rusun Cipinang Besar Selatan (Cibesel), Jakarta Timur, saat menanggapi hal itu  mengatakan bahwa dirinya keberatan dengan rencana tersebut. Jatah 10 kubik per bulan itu  dirasa kurang.

"Saya aja sebulan bisa sampai 20-21 kubik," kata Oyo, kepada Kompas.com, Selasa (28/2/2017) malam.

Ia mengatakan, kebutuhannya akan air memang banyak. Oyo tinggal bersama istri dan lima orang anaknya.

"Saya cuma pakai buat mandi, cuci, masak. Banyakan untuk cuci," ujar Oyo.

Dirinya mencontohkan, bulan lalu pemakaian airnya mencapai 22 kubik. Jika aturan pembatasan air ini jadi diterapkan, warga rusun yang memakai air di atas 10 kubik akan dikenakan tarif normal. Tarif normal air sebesar Rp 7.450 per kubik, sedangkan bagi warga rusun karena telah disubsidi menjadi Rp 5.500.

Menurut Oyo, seharusnya pemerintah bisa lebih banyak mensubsidi sehingga dapat menekan tarif air bagi warga rusun menjadi lebih murah.

"Kalau bisa subsidi lebih menguntumgkan ke kita. Pertama kali kita pindah rusun simpang siur, bilangnya air cuma Rp 2.500 (per kubik)," ujar Oyo.

Senada dengan Oyo, Janah (38) warga Rusun Cibesel juga keberatan dengan rencana pembatasan air tersebut. Menurut dia, mustahil warga menggunakan air hanya 10 kubik perbulan.

"Enggak mungkin banget, sangat-sangat tidak mungkin. Rata-ratakami kita memakai air itu sekitar 20 kubik lebih, kadang saya pernah sampai 27 kubik (per bulan)," ujar Janah.

Janah meminta pemerintah menghitung ulang karena menurutnya angka 10 kubik bagi warga per bulan tidak masuk akal.

"Saya ini ibu rumah tangga, jadi tahu betul posisinya seperti apa (penggunaan air). Seharusnya diperkirain dong, di satu unit itu ada berapa jiwa, cukup enggak," ujar Janah.

Kebijakan untuk memberlakukan tarif normal untuk pemakaian air di atas 10 kubik, menurut dia sangat memberatkan.

"Yang sekarang saja berat, apalagi ditambahin," ujar ibu tiga anak itu.

Kedua warga itu mengatakan, tidak mungkin bagi untuk berhemat air jika aturan itu jadi diterapkan. Warga justru berharap aturan itu dibatalkan.

Warga malah meminta pemerintah untuk menurunkan tarif air. Namun, Janah hanya bisa pasrah kalau pemerintah jadi menerapkan aturan itu.

"Kalau dari sana sudah terapin segitu mau gimana. Kita orang bawah apa yang mau didenger," ujarnya ketus.

Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah sebelumnya mengungkapkan rencana pembatasan penggunaan air per bulan bagi warga yang tinggal di rumah susun. Saefullah mengatakan pembatasan itu dilakukan agar warga terbiasa menghemat air.

"Nanti mau kami atur lagi di pergub supaya maksimal penggunannya itu 10 kubik per unit, supaya tidak menghamburkan air," ujar Saefullah, Jakarta, Senin (27/2/2017).

Selama ini Pemprov DKI Jakarta memberikan subsidi air untuk warga rusun. Karena air disubsidi, kata Saefullah, ada warga yang boros menggunakan air atau bahkan menjual kembali air subsidi tersebut.

"Ada juga yang dijual dengan tarif rendah, bikin bak sendiri lalu dijual," ujar Saefullah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Megapolitan
Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Megapolitan
Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Megapolitan
Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Megapolitan
Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Megapolitan
Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Megapolitan
Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Megapolitan
'Update' Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

"Update" Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

Megapolitan
Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Megapolitan
Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Megapolitan
Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin 'Jogging Track'

Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin "Jogging Track"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com