Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berebut Pulau Pari...

Kompas.com - 09/06/2017, 09:42 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Warga Pulau Pari, Dian Astuti, menerima somasi dari PT Bumi Pari pada Selasa (6/6/2017) dan diminta segera mengosongkan rumahnya. Suami Dian, Edi Priadi, adalah nelayan yang baru saja selesai menjalani hukuman 4 bulan penjara karena dinilai menuduki lahan milik PT Bumi Pari di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

"Somasi dari perusahaan isinya saya harus mengosongkan rumah tersebut kalau tidak mengosongkan saya dikenakan pidana empat tahun penjara," kata Dian, di Kantor Walhi, Jakarta Selatan, Kamis (8/6/2017).

Dian mengatakan, somasi itu bukan yang pertama diterimanya. Maret lalu, dia juga disomasi dan didatangi petugas keamanan PT Bumi Pari yang mengklaim sebagai pemilik lahan.

Saat itu, Dian sempat ditawari uang oleh petugas kecamatan agar mau meninggalkan rumah dan tanahnya.

"Datang wakil kecamatan membawa uang Rp 20 juta dan saya diminta menandatangani surat bahwa saya terima uang. Saat itu saya takut masih menunggu suami saya keluar dari penjara," ucap Dian.

Adapun Edi, pada 2016 dilaporkan ke polisi oleh PT Bumi Pari karena dianggap menduduki lahan milik perusahaan. Edi diperiksa dan ditahan, padahal dia merupakan salah satu warga pertama yang bermukim di Pulau Pari sejak 1990.

Pulau itu secara sah merupakan tanah negara karena tidak ada yang memilikinya.

Dalam persidangan, BPN Jakarta Utara menyatakan rumah Edi bukan termasuk tanah milik perusahaan. Namun tetap saja Edi dinyatakan melanggar Pasal 167 KUHP.

Edi baru bebas menjalani hukuman pada Rabu (7/6/2017).

"Pak RW yang dari tahun 1980 sampai 1994 sudah menyatakan di atas materai dia tidak pernah melihat ada warga yang menjual tanah ke perusahaan, tidak ada juga pengukuran tanah oleh BPN untuk buat sertifikat," ucap Edi.

KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR Warga Pulau Pari bernama Dian Astuti (kedua dari kiri) dan suaminya Edi Priadi (ketiga dari kiri) di Kantor Walhi, Jakarta Selatan, Kamis (8/6/2017).
Selain memidanakan Edi dan melayangkan somasi terhadap istrinya, PT Bumi Pari juga melayangkan somasi untuk Sahrul yang merupakan Ketua Forum Peduli Pulau Pari.

Sahrul mengatakan rebutan Pulau Pari antara PT Bumi Pari dengan warga sarat dengan kejanggalan. Plang perusahaan sebagai pemilik tanah tidak pernah ada di Pulau Pari selama puluhan tahun.

Pengukuran oleh BPN yang menjadi kewajiban proses sertifikasi lahan juga tidak pernah ada. Namun, sertifikat atas nama perusahaan tiba-tiba keluar pada 2015.

"Kami merasa aneh dan janggal, kami penduduk asli enggak bisa bikin sertifikat," kata Sahrul.

Selama ini Warga hanya mengenal LIPI sebagai salah satu pengelola pulau. LIPI juga disebut pernah memperebutkan hak pakai pulau itu dengan PT Bumi Pari.

Menurut Sahrul, warga bukannya tidak mau mengurus sertifikat. Pada 1980, warga dikumpulkan untuk proses pemutihan oleh BPN dan surat tanah yang mereka miliki akan diubah menjadi SHM.

Warga yang masih awam saat itu pun berbondong-bondong menyerahkan girik mereka kepada orang di Kelurahan Pulau Tidung, namun sayangnya proses pemutihan tidak pernah terjadi dan girik itu pun lenyap.

Warga bersikukuh sebagai pemilik tanah. Sebelum 1980, mereka membayar iuran pembangunan daerah (Ipeda) dan juga merawat dan membangun Pulau Pari hingga kini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata di Kepulauan Seribu.

Sahrul mengatakan bahwa warga terus diintimidasi, bahkan saat ini tidak bisa merenovasi rumahnya sendiri. Perbaikan kamar mandi dan atap harus dilakukan malam hari secara sembunyi-sembunyi sebab khawatir akan didatangi satpam PT Bumi Pari dan diminta membayar sewa.

Saat ini, tiga nelayan sedang ditahan atas tuduhan pungli. Warga mengklaim pungutan itu bersifat sukarela dan digunakan untuk membangun pulau yang selama ini tidak pernah diperhatikan Pemprov DKI Jakarta.

Martin Hadiwinata dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengatakan tidak ada yang salah dari pengelolaan Pulau Pari oleh warga. Sebab hal itu dijamin Undang-Undang Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Martin menuturkan, inisiatif pengelolaan pulau kecil oleh masyarakat seharusnya didukung oleh pemerintah.

"Pengelolaan sumber daya pulau kecil di UU Pokok Agraria juga sudah mengakui pemanfaatan oleh masyarakat lokal dan adat. Kesalahannya terletak di pemeritahan tidak bisa menurunkan mekanismenya," ucap Martin.

(baca: 207 Nelayan Pulau Pari Mau Jadi Penjamin Pembebasan 3 Temannya)

Para aktivis dan advokat yang kini tergabung dalam Koalisi Selamatkan Pulau Pari sudah mengadukan kejanggalan BPN Jakarta Utara dalam penerbitan sertifikat perusahaan ke Ombudsman.

Mereka juga mempertimbangkan akan memidanakan bos PT Bumi Pari atas intimidasi yang dilakukan.

Adapun Juru Bicara PT Bumi Pari Endang Sofyan mengatakan bahwa warga yang ada di sana sudah mengakui bahwa Pulau Pari dimiliki oleh PT Bumi Pari.
"Somasi itu kami serahkan ke lawyer, karena dia enggak mau damai. Dari dulu mereka sudah mengakui itu tanah punya perusahaan, kami ada data-datanya," kata Endang ketika dihubungi terpisah.

Endang menjelaskan Pulau Pari dulunya dimiliki warga Pulau Tidung. Ahli warisnya memiliki sejumlah surat kepemilikan dan menjualnya per orangan.

Ada sekitar 80 sertifikat per orangan yang terbit. Meski warga mengaku tak mengenal nama dalam sertifikat, Endang memastikan mereka yang memegang sertifikat adalah pemilik aslinya.

PT Bumi Pari kemudian menggabungkan 80 sertifikat itu dalam konsorsium perusahaan.

"Jadi enggak ujug-ujug kita punya, dari dulu sudah punya perusahaan cuma sekarang diopinikan seperti itu. Kalau mereka (warga) punya hak enggak mungkin bisa kami ambil alih ya," ujarnya.

Endang mengatakan pihaknya berencana membangun resor, akuarium, dan tempat pertemuan di Pulau Pari.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Inikah Akhir Perjalanan Rosmini, Ibu Pengemis yang Marah-marah?

Inikah Akhir Perjalanan Rosmini, Ibu Pengemis yang Marah-marah?

Megapolitan
DJ East Blake Serahkan Diri ke Polisi Usai Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

DJ East Blake Serahkan Diri ke Polisi Usai Sebar Video dan Foto Mesum Mantan Kekasih

Megapolitan
Maju Mundurnya Ridwan Kamil Untuk Pilkada DKI Jakarta...

Maju Mundurnya Ridwan Kamil Untuk Pilkada DKI Jakarta...

Megapolitan
Misteri Mayat Wanita Dalam Koper Mulai Terkuak: Pelaku Rekan Kerja, Motif Ekonomi Jadi Alasan

Misteri Mayat Wanita Dalam Koper Mulai Terkuak: Pelaku Rekan Kerja, Motif Ekonomi Jadi Alasan

Megapolitan
DJ East Blake Ambil Foto dan Video Mesum Mantan Kekasih Diam-diam karena Sakit Hati Diputuskan

DJ East Blake Ambil Foto dan Video Mesum Mantan Kekasih Diam-diam karena Sakit Hati Diputuskan

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 3 Mei 2024, dan Besok: Tengah Malam Ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Jumat 3 Mei 2024, dan Besok: Tengah Malam Ini Berawan

Megapolitan
Saat Satpam Gereja di Pondok Aren Digigit Jarinya hingga Putus oleh Juru Parkir Liar…

Saat Satpam Gereja di Pondok Aren Digigit Jarinya hingga Putus oleh Juru Parkir Liar…

Megapolitan
Teka-teki yang Belum Terungkap dari Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang

Teka-teki yang Belum Terungkap dari Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper | Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

[POPULER JABODETABEK] RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper | Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Gerebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Wilayah Sentul Bogor

Polisi Gerebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Wilayah Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com