Sedangkan ayat (2) justru memberikan penegasan perlindungan terhadap Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa.
Rujukan tersebut, secara teknis ditekankan melalui Pasal 12 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI) tertanggal 16 Desember 1966 dan telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU Nomor 11 Tahun 2005, menyatakan bahwa Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental.
Sedangkan untuk mencapai perwujudan hak kesehatan tersebut, negara harus melakukan tindakan sekurang-kurangnya 4 (empat) hal yaitu:
(1) menyusun ketentuan-ketentuan untuk melakukan pengurangan tingkat kelahiran-mati dan kematian anak serta perkembangan anak yang sehat;
(2) melakukan perbaikan semua aspek kesehatan lingkungan dan industri;
(3) melakukan pencegahan, pengobatan dan pengendalian segala penyakit menular, endemik, penyakit lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan, dan
(4) penciptaan kondisi-kondisi yang akan menjamin semua pelayanan dan perhatian medis dalam hal sakitnya seseorang.
Komentar Umum Hak EKOSOB Nomor 14 terkait dengan "Hak atas Standar Kesehatan Tertinggi yang Dapat Dijangkau" menegaskan bahwa hak atas kesehatan dalam segala bentuknya dan semua levelnya mengandung elemen yang penting dan terkait penerapan yang tepat akan sangat bergantung 4 (empat) hal:
Pertama, ketersediaan. Pelaksanaan fungsi kesehatan publik dan fasilitas pelayanan kesehatan, barang dan jasa-jasa kesehatan, juga program-program, harus tersedia dalam kuantitas yang cukup.
Kedua, aksesibilitas. Fasilitas kesehatan, barang dan jasa, harus dapat diakses oleh tiap orang:
a) Tidak diskriminasi, harus dapat diakses oleh semua,terutama oleh masyarakat yang marginal;
b) Akses secara fisik, fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus dapat terjangkau secara fisik dengan aman bagi semua, terutama bagi kelompok yang rentan atau marginal;
c) Akses ekonomi, fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus dapat terjangkau secara ekonomi bagi semua, memastikan bahwa pelayanan ini, yang tersedia baik secara privat maupun publik, terjangkau oleh semua, termasuk kelompok yang tidak beruntung secara sosial. Kesamaan mensyaratkan bahwa masyarakat miskin tidaklah harus dibebani biaya kesehatan secara tidak proporsional dibandingkan dengan masyarakat kaya;
d) Akses informasi, aksesibilitasnya mencakup hak untuk mencari dan menerima atau membagi informasi dan ide, mengenai masalah-masalah kesehatan.
Ketiga, penerimaan. Segala fasilitas kesehatan, barang dan pelayanan harus diterima oleh etika medis dan sesuai secara budaya, misalnya menghormati kebudayaan individu-individu, kaum minoritas, kelompok dan masyarakat, sensitif terhadap jender dan persyaratan siklus hidup.
Keempat, kualitas. Selain secara budaya diterima, fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus secara ilmu dan secara medis sesuai serta dalam kualitas yang baik.
Hal ini mensyaratkan antara lain, personil yang secara medis berkemampuan, obat-obatan dan perlengkapan rumah sakit yang secara ilmu diakui dan tidak kedaluwarsa, air minum aman dan dapat diminum, serta sanitasi yang memadai.
Baca juga: RS Mitra Keluarga Lalai karena Suruh Orangtua Debora Cari Rujukan
Audit bidang kesehatan
Peristiwa Debora ini harus menjadi momentum oleh pemerintah untuk melakukan audit bidang kesehatan dengan merujuk pada standar dan norma HAM tersebut di atas yang meliputi aspek ketersediaan, aksesibiltas, peneriman dan kualitas.
Audit ini kiranya, untuk sementara difokuskan pada satu rumah sakit yang diduga terkait dengan peristiwa Debora ini. Kewajiban ini sejalan dengan konsep bahwa tanggung jawab utama dalam upaya perlindungan, pemenuhan dan penegakan HAM adalah negara melalui pemerintah.
Dengan demikian, maka akan terlihat sejauh mana peran-peran entitas bidang kesehatan, termasuk rumah sakit, baik milik pemerintah dan swasta dalam membantu penyediaan dan pemanfaatan layanan bidang kesehatan yang sejalan dengan tujuan negara untuk meyediakan penikmatan standar kesehatan tertinggi kepada masyarakat.
Bahwa hasil audit ini harus menjadi rujukan oleh pemerintah untuk mengambil tindakan baik perubahan kebijakan, pengaturan, keputusan, evaluasi dan sanksi kepada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran.
Selain itu, pemerintah berkewajiban melakukan pemaksaan terhadap entitas bisnis bidang kesehatan untuk melakukan pemulihan terhadap hak-hak korban.
Apabila korban meninggal dunia dan terbukti hasil pemeriksaan secara hukum menunjukan adanya kelalaian dan/atau kesengajaan, maka terdapat kewajiban untuk mempertanggung jawabkan secara pidana.
Dengan demikian diharapkan, masyarakat Indonesia akan semakin menikmati standar kesehatan tertinggi yang dapat dijangkau dan kondusif.
Ini sebagai bagian memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.