Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Lahan Cengkareng Jadi Rintangan Sandi Raih WTP dari BPK

Kompas.com - 06/12/2017, 09:08 WIB
Sherly Puspita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta membeli lahan seluas 4,6 hektare di Cengkareng, Jakarta Barat tahun 2015 seharga Rp 668 miliar dari Toeti Noezlar Soekarno. Pembelian dilakukan Dinas Perumahan dan Gedung Pemprov DKI Jakarta (sekarang bernama Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta). Lahan itu dibeli untuk pembangunan rumah susun (rusun).

Pembelian itu belakangan dipermasalahkan saat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan, lahan itu juga terdata sebagai milik Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan (DPKPKP) DKI Jakarta. Jika demikian, Pemprov DKI telah membeli lahannya sendiri.

BPK menilai ada indikasi kerugian negara saat proses pembelian lahan tersebut. Penyelidikan kasus lahan Cengkareng Barat kemudian mulai dilakukan Bareskrim Polri sejak 27 Juni 2016.

Saat itu Pemprov DKI Jakarta membatalkan rencana pembangunan rusun di lokasi itu karena karena lahan yang akan digunakan statusnya bermasalah.

Baca juga : Menang Dalam Kasus Lahan Cengkareng, DKI Berhak Tagih Rp 668 Miliar

Rusun di Cengkareng Barat rencananya akan terdiri dari dua menara, setiap menara atau tower terdiri dari 16 lantai. Total unit yang akan dibangun adalah 552 unit.

Kasus pun bergulir, sejumlah saksi dipanggil dalam kasus itu, termasuk mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ahok diperiksa pada 14 Juli 2016. Saat itu Ahok membeberkan proses pembelian lahan Cengkareng Barat.

Tak hanya Ahok, Bareskrim Polri juga memanggil Djarot Saiful Hidayat yang saat itu menjabat sebagai wakil gubernur DKI Jakarya, pejabat dari Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI Jakarta serta Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta, Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah, Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayan Yuhanah, Kepala Dinas Penataan Kota Benny Agus Chandra, dan Asisten Sekda bidang Pembangunan Gamal Sinurat.

Pada saat itu, upaya mediasi antara Pemprov DKI Jakarta dengan Toeti sempat dilakukan. Meski demikian tak ditemui kata sepakat dari kedua belah pihak. Toeti justru mengajukan gugatan hukum terhadap Pemprov DKI Jakarta.

Toeti tak terima jika Pemprov DKI memasukkan lahan di Cengkareng Barat sebagai aset milik pemerintah. Menurut Toeti, dirinya yang memiliki lahan itu dengan bukti sertifikat hak milik (SHM) No 13069/Cengkareng, SHM No 13293/Cengkareng, dan SHM No 13430 dengan total luas lahan 46.913 meter persegi.

Untuk itu, dia meminta agar Pemprov menghapus lahan di Cengkareng Barat dari Kartu Inventaris Barang (KIB) Pemprov DKI. Namun, pihak Pemprov menolak permintaan itu dan lebih memilih untuk melawan Toeti di pengadilan. 

"Mediasi gagal, yang dia inginkan kan untuk melepaskan (lahan) dari KIB, dan itu enggak mungkin," ujar Kasubag Sengketa Hukum Biro Hukum Pemprov DKI, Johan, pada 25 Juli 2016.

Pihak Toeti mengklaim telah membeli lahan itu dari pemilik sah, di antaranya Thio Tjoe Nio. Thio menjual kepada suami Toeti, Koen Soekarno, lahan seluas 51.190 meter persegi pada 16 September 1967.
 
Toeti bahkan menuntut Pemprov membayar kerugian materiel senilai Rp 200 miliar. Tak hanya itu, Toeti meminta Pemprov membayar lost opportunity (kerugian) senilai Rp 500 juta dan kerugian immateriel sebesar Rp 800 juta. Namun, hakim kemudian memutuskan gugatan Toeti tidak dapat dilanjutkan.

Pada 6 Juni 2017 majelis hakim yang menangani kasus itu memutuskan perkara tidak dapat diterima. Dengan kata lain, Pemprov menang dan lahan seluas 4,6 hektare itu kembali ke tangan pemerintah.

Meski demikian BPK menilai adanya kerugian negara akibat pembelian lahan itu. Uang senilai Rp 668 harus dikembalikan terlebih dahulu sebelum Pemprov DKI menggunakan lahan tersebut.

Sorotan Sandiaga

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Lurah: Separuh Penduduk Kali Anyar Buruh Konfeksi dari Perantauan

Megapolitan
Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Optimistis Seniman Jalanan Karyanya Dihargai meski Sering Lukisannya Terpaksa Dibakar...

Megapolitan
Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Kampung Konfeksi di Tambora Terbentuk sejak Zaman Kolonial, Dibuat untuk Seragam Pemerintahan

Megapolitan
Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Razia Dua Warung Kelontong di Bogor, Polisi Sita 28 Miras Campuran

Megapolitan
Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Tanda Tanya Kasus Kematian Akseyna yang Hingga Kini Belum Terungkap

Megapolitan
Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Pedagang di Sekitar JIExpo Bilang Dapat Untung 50 Persen Lebih Besar Berkat Jakarta Fair

Megapolitan
Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Beginilah Kondisi Terkini Jakarta Fair Kemayoran 2024...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

[POPULER JABODETABEK] Akhir Pelarian Perampok 18 Jam Tangan Mewah di PIK 2 | Masjid Agung Al-Azhar Gelar Shalat Idul Adha Hari Minggu

Megapolitan
Diduga Joging Pakai 'Headset', Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Grogol

Diduga Joging Pakai "Headset", Seorang Pria Tewas Tertabrak Kereta di Grogol

Megapolitan
Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Pemeras Ria Ricis Gunakan Rekening Teman untuk Tampung Uang Hasil Pemerasan

Megapolitan
Anies Bakal 'Kembalikan Jakarta ke Relnya', Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Anies Bakal "Kembalikan Jakarta ke Relnya", Pengamat: Secara Tak Langsung Singgung Heru Budi

Megapolitan
Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Pedagang Kerak Telor di PRJ Mengeluh Sepi Pembeli: Dulu Habis 50 Telor, Kemarin Cuma 10

Megapolitan
Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Keluarga Akseyna Minta Polisi Dalami Penulis Lain dalam Surat Wasiat sesuai Analisis Grafolog

Megapolitan
Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Kasus Akseyna Berlanjut, Keluarga Sebut Ada Informasi yang Belum Diterima Penyidik Baru

Megapolitan
SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

SP2HP Kedua Terbit, Keluarga Akseyna: Selama Ini Sering Naik Turun, Pas Ramai Baru Terlihat Pergerakan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com