Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal "Robur", Bus yang Pernah Jadi Primadona di Ibu Kota pada Masanya...

Kompas.com - 01/06/2018, 15:25 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Robur. Pernah dengar nama ini? Robur adalah nama bus pada tahun 1965-an, yang menggantikan keberadaan trem saat itu.

Bagaimana ceritanya?

Pada 1965, Presiden Soekarno menghapus keberadaan trem sebagai alat transportasi warga Ibu Kota.

Alasan Bung Karno, kondisi Jakarta yang semakin padat dan ramai membuat keberadaan trem tak sesuai lagi. 

Akhirnya, pemerintah membuat terobosan baru dengan mendatangkan bus yang dianggap sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Baca juga: Hari Ini 34 Tahun Lalu, Bandara Kemayoran Berhenti Beroperasi

Bus ini dikenal dengan nama "Robur". Bus Robur merupakan produk dari Volkseigener Betrieb/VEB Robur-Werke Zittau yang berasal dari Jerman Timur.

Kedatangan bus Robur

Pada Juli dan Agustus 1965, sebanyak 200 badan (body) bus Robur kiriman tahap pertama diberangkatkan dari pabriknya di Kota Halle, Jerman.

Penerimaan bus-bus ini di Indonesia ditangani oleh PT Imermotors Djakarta sebagai pihak pengelola importir.

Sekilas, bentuk bus ini disebut seperti roti tawar dan hampir sama dengan Volkswagen Samba Bus/VW Combi.

Tahun 1975 konsdisi keamanan di Jakarta masih dianggap rawan. Oleh karenanya di jalanan sering terjadi razia terhadap kendaraan yang dicurigai. Terlihat sebuah bis Robur yang sangat populer saat itu, dengan nama Tavip tengah dirazia oleh beberapa petugas keamanan Kodam Jaya.KOMPAS/Kartono Ryadi Tahun 1975 konsdisi keamanan di Jakarta masih dianggap rawan. Oleh karenanya di jalanan sering terjadi razia terhadap kendaraan yang dicurigai. Terlihat sebuah bis Robur yang sangat populer saat itu, dengan nama Tavip tengah dirazia oleh beberapa petugas keamanan Kodam Jaya.

Model yang muncul pertama kali di Indonesia adalah Robur L0 2500. Jenis ini memiliki mesin berpendingin udara yang menghasilkan power 70 hp.

Pada 4 Januari 1967, Harian Kompas memberitakan, sebanyak 50 bus Robur siap melayani warga Ibu Kota.

Penyerahan secara simbolis dilakukan oleh Menteri Perindustrian Dasar Ringan dan Tenaga, Mayjend M Jusuf kepada Menteri Dalam Negeri, Letjend Basuki Rachmat.

Setelah itu, penyaluran bus Robur secara bertahap menyebar ke daerah-daerah lain seperti Jatim, Jateng, Makasar, Aceh, Yogyakarta, dan lain-lain.

Perkembangan bus Robur di Ibu Kota

Pada awal Januari 1967, 50 bus Robur mulai melayani berbagai trayek yang dipilih PT Tavip, perusahaan pengelolanya.

Tahun 1975 kondisi keamanan di Jakarta masih dianggap rawan. Oleh karenanya di jalanan sering terjadi razia terhadap kendaraan yang dicurigai. Terlihat sebuah bis Robur yang sangat populer saat itu, dengan nama Tavip tengah dirazia oleh beberapa petugas keamanan Kodam Jaya, Selasa, 13 Mei 1975.KOMPAS/Kartono Ryadi Tahun 1975 kondisi keamanan di Jakarta masih dianggap rawan. Oleh karenanya di jalanan sering terjadi razia terhadap kendaraan yang dicurigai. Terlihat sebuah bis Robur yang sangat populer saat itu, dengan nama Tavip tengah dirazia oleh beberapa petugas keamanan Kodam Jaya, Selasa, 13 Mei 1975.
Trayek-trayek tersebut di antaranya, Grogol-Lapangan Banteng, Jembatan Semanggi-Harmoni-Lapangan Banteng, dan Rawamangun-Salemba-Lapangan Banteng.

PT Tavip membagi 50 bus ke beberapa trayek.

Untuk jalur Grogol-Lapangan Banteng sejumlah 25 bus; Jembatan Semanggi-Harmoni-Lapangan Banteng 5 bus; Stasiun Jatinegara 5 bus, dan untuk cadangan PT Tavip menyediakan 5 bus.

Dengan beroperasinya bus Robur, maka operasional bus-bus lama akan disalurkan untuk jalur di Kebayoran Baru dan Tanjung Priok.

Tarif bus Robur

Bus Robur yang berkapasitas 29 penumpang itu, beroperasi saat pemerintah baru memberlakukan kebijakan moneter berupa penerbitan uang baru dan pemotongan nilai tukar rupiah sebesar 1.000 persen.

Dengan adanya kebijakan tersebut, pecahan Rp 1.000 sama dengan Rp 1.

Selaku penyelenggara transportasi saat itu, PT Tavip memasang tarif jauh-dekat Rp 20 sen untuk uang baru dan Rp 200 untuk nilai pecahan lama.

Pada tahun yang sama, tarif Robur naik menjadi Rp 50 sen dan kemudian naik lagi menjadi Rp 5.

Pada April 1968, pemerintah menaikkan lagi tarif ini menjadi Rp 10.

Namun, kenaikan tarif tidak dibarengi dengan fasilitas yang memadai. Bus Robur memiliki ventilasi kendaraan yang tidak sesuai dengan kondisi iklim Indonesia.

Jendela pada samping kanan-kiri tidak dapat dibuka. Kondisi tersebut menyebabkan penumpang merasa pengap dan kegerahan karena tidak leluasanya udara yang masuk ke bus.

Para warga Ibu Kota mulai mengeluhkan kondisi bus Robur.  

Pada tahun 1980-an, eksistensi bus Robur mulai meredup. Setelah hampir 20 tahun beroperasi di Ibu Kota dan sejumlah daerah di Indonesia, keberadaan bus Robur mulai ditinggalkan. Berganti dengan metromini yang dianggap lebih layak. 

Kompas TV Warga dapat menggunakan kartu OK OTRIP untuk naik Transjakarta, metromini dan mikrolet.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Penampilan TikToker Galihloss Usai Jadi Tersangka, Berkepala Plontos dan Hanya Menunduk Minta Maaf

Penampilan TikToker Galihloss Usai Jadi Tersangka, Berkepala Plontos dan Hanya Menunduk Minta Maaf

Megapolitan
4 Pebisnis Judi 'Online' Bikin Aplikasi Sendiri lalu Raup Keuntungan hingga Rp 30 Miliar

4 Pebisnis Judi "Online" Bikin Aplikasi Sendiri lalu Raup Keuntungan hingga Rp 30 Miliar

Megapolitan
Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Megapolitan
Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Megapolitan
Masih Banyak Pengangguran di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Masih Banyak Pengangguran di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Dinas SDA DKI: Normalisasi Ciliwung di Rawajati Bisa Dikerjakan Bulan Depan

Dinas SDA DKI: Normalisasi Ciliwung di Rawajati Bisa Dikerjakan Bulan Depan

Megapolitan
Warga Miskin Ekstrem di Tanah Tinggi Masih Belum Merasakan Bantuan, Pemerintah Diduga Tidak Tepat Sasaran

Warga Miskin Ekstrem di Tanah Tinggi Masih Belum Merasakan Bantuan, Pemerintah Diduga Tidak Tepat Sasaran

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang

Mobil Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang

Megapolitan
Khawatir Tak Lagi Dikenal, Mochtar Mohamad Bakal Pasang 1.000 Baliho untuk Pilkada Bekasi

Khawatir Tak Lagi Dikenal, Mochtar Mohamad Bakal Pasang 1.000 Baliho untuk Pilkada Bekasi

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Tiktoker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Megapolitan
Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Megapolitan
Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi 'Online' di Depok yang Jual Koin Slot lewat 'Live Streaming'

Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi "Online" di Depok yang Jual Koin Slot lewat "Live Streaming"

Megapolitan
Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Megapolitan
Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com