Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Pabrik Bus dan Truk Scania di Sodertalje, Swedia

Kompas.com - 26/07/2018, 14:48 WIB
Egidius Patnistik

Penulis

Usia para pekerja rata-rata 37 tahun, dengan masa kerja rata-rata 10 tahun. Sebanyak 340 orang merupakan pekerja kerah putih (white collor) dan 860 pekerja kerah biru (blue collor).

Dari total jumlah pekerja, 20 persen perempuan dan 10 persen bersatus pekerja fleksibel.

Pabrik beroperasi pukul 07.00 - 16.00. Dalam sehari pabrik memproduksi 60 truk dengan takt time 7 menit (setiap tujuh menit ada satu unit truk baru yang dihasilkan) dan 19 bus dengan takt time 22 menit.


Sebelum masuk ke area perakitan, Patrik memberi tahu bahwa kami hanya boleh melewati lintasan khusus. Demi keselamatan diri, jangan keluar dari lintasan. Di dalam memang ada lintasan khusus untuk orang yang berkunjung atau melintas. Di sejumlah tempat terdapat area khusus untuk melihat bagaimana para pekerja merakit truk dan bus.

Ia menjelaskan, butuh waktu sekitar 6 jam untuk merakit sebuah sasis truk. Setelah jadi, truk atau bus tersebut diuji selama dua jam.

Kami memulai tur dari titik awal di mana pekerja pertama kali menyusun rangka sasis dan berujung di titik di mana rangka sasis itu sudah berbentuk kendaraan, lengkap dengan kabinnya.

Proses perakitan itu melewati satu lintasan panjang. Rangka truk atau bus yang dirakit akan berhenti di sejumlah titik untuk dipasang komponennya. Setiap titik memiliki target waktu penyelesaian. Jika target waktu habis tetapi pengerjaan belum selesai, lampu indikator lintasan akan menyala merah.

Jika lampu indikator menyala merah, proses berhenti dan pengawas akan mendatangi titik atau spot yang "bermasalah" untuk mengetahui apa masalahnya dan menyelesaikan masalah itu.

Patrik menjelaskan, saat truk atau bus sedang dirakit orang bisa tahu kendaraan tersebut dipesan oleh siapa atau negara mana.

Ia juga menjelaskan, walau orang memesan kendaraan dengan seri yang sama, bisa saja rincian kendaraan yang dipesan berbeda antara pemesan yang satu dengan pemesan yang lain.

"Scania produksi kendaraan sesuai keinginan atau kebutuan pemesan. Scania membuat kendaraan seperti (prinsip) lego. Scania tidak menyetok kendaraan," kata Patrik.

Scania Mining Managing Director, Bjorn Winblad, secara terpisah membenarkan hal itu.

"(Truk atau bus) bisa di-customize. Kami menggunakan modular system. Anda tahu lego? Kalo Anda tahu lego, produk kami dibuat seperti lego. Truk atau bus dibuat berdasarkan keinginan atau kebutuhan konsumen," kata Winblad.

Karena menggunakan modular system, produk Scania bisa berbeda-beda sesuai keinginan pemiliknya. Sistem itu juga diklaim memudahkan para teknisi dalam melakukan perbaikan. Para teknisi terlatih akan bisa memperbaiki truk atau bus Scania seri apa saja.

Asal tahu cara kerja sistem komponen truk atau bus Scania, teknisi akan bisa memperbaiki bus walau dia tidak atau belum pernah berhadapan dengan truk atau bus semacam itu sebelumnya.

Sejarah panjang

Sejarah Scania dimulai 1891. Ketika itu, Philip Wersen, yang menikah dengan putri dari keluarga industralis terkemuka Kota Sodertalje, yaitu keluarga Ekenbergs, mengontak Surahamammars Bruk dengan proposal untuk bersama-sama membangun pabrik gerbong kereta api.

Surahammars Bruk merupakan perusahaan peleburan dan pencetakan besi yang telah berusia tua, yang merupakan pemasok roda dan komponen lokomotif serta gerbong.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com