JAKARTA, KOMPAS.com — Perjuangan politikus Partai Gerindra Mohamad Taufik untuk menjadi calon anggota legislatif membuahkan hasil setelah memenangi sengketa pemilu antara dirinya dan KPU DKI Jakarta.
Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta mengabulkan gugatan dan menyatakan Taufik memenuhi syarat sebagai bakal calon anggota DPRD DKI Jakarta dalam Pemilu 2019.
"Memutuskan, menerima permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata komisioner Bawaslu DKI Jakarta, Puadi, dalam persidangan di Kantor Bawaslu DKI Jakarta, Jumat (31/8/2018).
Bawaslu DKI Jakarta pun memerintahkan KPU DKI Jakarta untuk melaksanakan putusan tersebut.
"Sejak dibacakan, silakan kepada pemohon dan termohon untuk berkoordinasi paling lambat tiga hari setelah dibacakan," ujar Puadi.
Baca juga: Bawaslu DKI Loloskan M Taufik Jadi Bakal Caleg
Taufik yang tidak menghadiri sidang pembacaan putusan mengaku puas dengan kinerja Bawaslu yang dinilainya profesional.
"Terima kasih kepada Bawaslu yang bekerja secara profesional," ujar Taufik, yang sejak awal yakin dirinya akan memenangi sengketa.
Kuasa Hukum Taufik, Yupen Hadi, menilai, putusan Bawaslu DKI Jakarta tersebut mempertegas bahwa Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 bermasalah.
Ia menilai, pencabutan hak politik yang tercantum dalam Peraturan KPU tersebut mestinya diatur dalam undang-undang yang diterbitkan oleh DPR, bukan melalui Peraturan KPU.
"Ini juga harus dipahami oleh KPU, jangan menganggap diri terlalu besarlah, mengatur-atur hal seperti ini, mencabut hak orang dengan PKPU. Nah, hari ini kebenaran telah ditegakkan," ujar Yupen.
Sikap KPU DKI
Sementara itu, komisioner KPU DKI Jakarta, Nurdin, menyatakan, pihaknya akan berkonsultasi dengan KPU Pusat untuk menyikapi putusan Bawaslu DKI.
"Kami konsultasikan keputusan kepada KPU RI karena memang melihat dari proses persidangan yang dipermasalahkan adalah isi dari PKPU tersebut, PKPU 20 Tahun 2018," kata Nurdin.
Pihaknya juga akan melakukan pleno secara internal untuk menyikapi putusan tersebut. Namun, Nurdin menyatakan, KPU DKI Jakarta hanya bisa mengikuti arahan dari KPU RI.
"Kami belum konsultasi masalah putusan karena hari ini baru dibacakan. Seperti apa tindak lanjutnya tergantung karena KPU provinsi ini secara hierarkis (menurut) ke KPU RI," ujar Nurdin.
Kemenangan Taufik menambah daftar eks napi koruptor yang diloloskan Bawaslu untuk mengikuti Pileg 2019.
Baca juga: Taufik Menang di Bawaslu, KPU DKI Akan Konsultasi dengan KPU RI
Sebelumnya, Bawaslu meloloskan lima eks koruptor menjadi bakal caleg 2019. Mereka berasal dari Aceh, Toraja Utara, Sulawesi Utara, Pare-Pare, Rembang, dan Bulukumba.
Putusan Bawaslu dikritik
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menilai, keputusan Bawaslu meloloskan para mantan terpidana korupsi memperburuk keadaan karena menambah jajaran caleg dengan rekam jejak yang buruk.
"Ruang publik kita dipertontonkan secara terbuka betapa institusi yang tugasnya mengawasi dan menegakkan hukum pemilu justru menjadi, istilahnya, motor bagi caleg-caleg dengan rekam jejak buruk," kata Titi, kepada Kompas.com, Minggu (2/9/2018).
Padahal, kata Titi, masyarakat Indonesia merasa antipati terhadap pemilu karena calon-calon yang dianggap tidak kredibel.
Publik pun belum yakin calon yang maju dapat membawa perubahan positif bagi negara.
"Jadi, memang putusan Bawaslu kontra produktif dengan upaya kita membangun kesadaran pemilih untuk menggunakan pemilu sebagai sarana perubahan," kata dia, menambahkan.
Sebelumnya, Taufik dianggap tidak memenuhi syarat sebagai caleg karena berdasarkan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, seorang mantan narapidana kasus korupsi seperti dia tidak dapat mencalonkan diri pada pileg.
Baca juga: Pengacara Taufik Kritik MA meski Kliennya Diloloskan Bawaslu
Sementara itu, menurut Taufik, PKPU 20 Nomor 20 Tahun 2018 itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
UU tersebut menyatakan, seorang eks narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Adapun Taufik divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004 karena dinyatakan terbukti merugikan negara sebesar Rp 488 juta dalam kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.
Saat itu, pria yang kini menjabat sebagai wakil ketua DPRD DKI Jakarta itu menjadi ketua KPU DKI Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.