JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pernah menandatangani kontrak politik yang berisi 10 poin aspirasi warga Bukit Duri, Jakarta Selatan, pada masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017.
Poin nomor empat dalam kontrak politik itu tentang pembangunan kampung deret di kawasan bekas gusuran Bukit Duri sebagai ganti rugi atas penggusuran rumah warga pada 2016.
Janji itu mulai ditagih warga setelah mereka memenangi gugatan class action. Perwakilan warga dan Komunitas Ciliwung Merdeka pernah datang ke Balai Kota DKI Jakarta untuk menagih janji itu.
Mereka bahkan telah mengajukan desain penataan yang belakangan disebut kampung susun itu kepada Anies.
Baca juga: Datang ke Bukit Duri, Anies Diberi Kontrak Politik oleh Warga
Namun, pembangunan kampung susun maupun rumah singgah sementara (selter) itu belum terealisasi hingga kini.
Janji Anies pasca-putusan pengadilan
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memenangkan gugatan class action warga Bukit Duri di tingkat banding.
Putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan kemenangan warga Bukit Duri yang diputuskan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 25 Oktober 2017.
Setelah ada putusan di tingkat banding, Anies memastikan Pemprov DKI Jakarta akan membayar ganti rugi sebesar Rp 18,6 miliar kepada warga Bukit Duri.
"Kita akan ganti rugi, kita akan jalankan sesuai keputusan pengadilan," ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (24/7/2018).
Selain itu, Anies menyebut, rencana pembangunan kampung susun dalam program community action plan (CAP) itu juga akan tetap dijalankan.
Dia menyebut, pembangunan kampung susun di Bukit Duri membutuhkan waktu lebih panjang dibandingkan pembangunan kampung susun di Kampung Akuarium, Jakarta Utara, dan Kampung Kunir, Jakarta Barat.
Baca juga: Tidak Ada Lahan, Anggaran Pembangunan Selter Bukit Duri Dicoret
"Kenapa lebih lebih panjang? Karena lahan yang tersedia di Bukit Duri itu lebih terbatas," kata dia.
Terkendala lahan, anggaran dicoret
Kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera W Soemarwi, mengakui pembangunan kampung susun terkendala karena belum tersedia lahan.
"Sudah ditunjuk lokasi di mana kampung susun akan dibangun. Dinas terkait seperti Dinas Perumahan Rakyat juga sudah menunjuk lokasi dan mengusulkan ke Gubernur. Tapi, teknis pengadaan tanah dan data-data kepemilikan tanah itu masih diproses," kata Vera di kantor Sekretariat Ciliwung Merdeka, Jakarta Timur, Selasa (24/7/2018).
Sebelum membangun kampung susun, Pemprov DKI mulanya akan menyiapkan selter untuk warga. Pembangunan selter sudah dianggarkan dalam APBD 2018.
Namun, Pemprov DKI mencoret anggaran selter itu dalam rancangan APBD Perubahan 2018.
Anggaran sebesar Rp 5,98 miliar itu dicoret karena Pemprov DKI Jakarta tak kunjung menemukan lahan.
Baca juga: Gubernur DKI Akan Surati Kemenkeu, Minta Hibah Lahan untuk Bangun Selter Bukit Duri
"Tidak ada lokasi yang memadai dibangun selter, tadinya kan maunya jangan jauh dari situ. Tapi, ternyata tidak ada lokasinya, daripada tidak bisa dilaksanakan dan jadi silpa, lebih baik kami matikan saja," kata Plt Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Meli Budiastuti di Balai Kota Jakarta, Selasa (14/8/2018).
Siapkan dua alternatif lahan
Pemprov DKI Jakarta menyiapkan dua alternatif lahan untuk membangun selter untuk warga korban gusuran normalisasi Sungai Ciliwung di Bukit Duri.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah menyampaikan, alternatif yang pertama yakni lahan Wisma Ciliwung.
Dia telah meminta Wali Kota Jakarta Selatan Marullah Matali untuk mengecek status kepemilikan lahan itu kepada pemilik lahan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Selatan.
Jika tak ada masalah, Pemprov DKI akan menganggarkan dana untuk membeli lahan tersebut.
Sementara itu, alternatif lahan yang kedua yakni menggunakan lahan milik Kementerian Keuangan.
Menurut Saefullah, lahan itu telantar. Gubernur Anies, kata dia, akan menyurati Kementerian Keuangan agar lahan itu dihibahkan ke DKI.
Dua lahan alternatif itu lokasinya tidak jauh dari lokasi gusuran warga Bukit Duri.
Permintaan warga Bukit Duri
Perwakilan warga Bukit Duri yang juga Ketua Komunitas Ciliwung Merdeka Sandyawan Sumardi meminta Pemprov DKI membebaskan lahan Wisma Ciliwung. Lahan wisma itu diusulkan untuk jadi lokasi kampung susun sesuai keinginan warga.
Baca juga: Komunitas Ciliwung Merdeka: Penataan Bukit Duri Tak Libatkan Warga
"Kami mengusulkan tetap di Wisma Ciliwung karena kami sudah komunikasi dengan pemilik. Kami yang kenalkan dengan Pemprov DKI," kata Sandyawan, kemarin.
Menurut Sandyawan, wisma itu didirikan di atas lahan milik 27 ahli waris. Namun, Sandyawan memastikan ke-27 pemilik lahan itu sudah siap lahannya dibeli Pemprov DKI Jakarta dengan harga NJOP.
Ia menambahkan, harusnya pembelian itu tak ada kendala. Ia meminta Pemprov DKI segera membeli lahan tersebut.
Sementara untuk selter, warga tetap mengusulkan lahan di RT 005 RW 011 atau di kantor pajak yang terbengkalai milik Kementerian Keuangan.
Di sisi lain, Sandyawan menyebut penataan Bukit Duri lewat program Community Action Plan (CAP) oleh Pemprov DKI tak melibatkan warga. Sandyawan menyebut penataan itu ternyata hanya mempercantik lingkungan.
Konsultan yang memenangkan lelang penyusunan CAP Bukit Duri senilai Rp 438 miliar itu yakni Jakarta Konsultindo. Menurut Sandyawan, Jakarta Konsultindo tidak menyiapkan kampung susun seperti yang diminta warga Bukit Duri.
Ia menyayangkan warga tidak dilibatkan dalam penyusunan CAP tersebut. Menurut dia, CAP dirancang untuk mengembalikan hidup warga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.