JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah pusat berencana untuk membenahi sistem transportasi di Jakarta. Langkah ini dirumuskan saat rapat terbatas (ratas) Presiden Joko Widodo bersama para menteri terkait dan gubernur di wilayah Jabodetabek pada 8 Januari 2019.
Saat itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pengelolaan sistem transportasi di Jabodetabek mesti sederhana dan terpadu, bukan seperti sekarang yang masih tumpang tindih antara kementerian/lembaga dengan pemerintah daerah.
Ia mencontohkan urusan jalan. Ada jalan yang merupakan tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Baca juga: Pembangunan Transportasi Massal di Jakarta Butuh Dana Rp 605 Triliun
Contoh lainnya mengenai intra maupun antarmoda transportasi yang semestinya terintegerasi dan dikelola oleh struktur yang sederhana. Apabila dikelola secara sederhana dan efektif, Presiden yakin akan mendorong masyarakat beralih dari moda transportasi pribadi ke transportasi masal.
Transportasi dan tata ruang DKI buruk
Rapat itu ditindaklanjuti Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meninjau langsung transportasi dan jalanan Ibu Kota menggunakan helikopter pada Senin lalu.
Kalla heran dengan pengguna transportasi publik di Jakarta yang menurun. Menurut Kalla, saat ini kualitas transportasi publik di Jakarta membaik.
Ia menyebutkan, dulu ketika transportasi publik masih belum baik fasilitasnya, 49 persen masyarakat mau menggunakannya. Namun kini, saat transportasi umum sudah lebih baik, hanya 19 persen masyarakat yang mengandalkannya.
Kalla mengatakan, dibutuhkan waktu 10 tahun untuk membenahi kemacetan dan kekumuhan di Jakarta.
Dia menyebut persoalan kemacetan di Jakarta tak murni masalah transportasi, tetapi juga buruknya tata ruang dan wilayah Ibu Kota.
"Sepuluh tahun harus selesai," kata Kalla usai memimpin rapat di Kantor Wakil Presiden, Senin lalu.
Kalla berharap ke depan transportasi dan tata ruang terintegrasi sehingga macet dan kesan kumuh di Jakarta hilang.
Integrasi
Anies menyampaikan, rencana pembangunan transportasi di Jakarta berarti membangun integrasi antar-moda. Selain itu, pembangunan transportasi akan diintegrasikan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) DKI Jakarta.
Ia membeberkan kebutuhan moda transportasi di Jakarta beserta jangkauannya. Transjakarta, kata Anies, harus menjangkau 2.149 kilometer wilayah Jakarta dan sekitarnya. Hingga saat ini, transjakarta baru menjangkau 1.100 kilometer wilayah.
Anies menyebut moda light rail transit (LRT) harus menjangkau lebih dari 130 kilometer wilayah, sementara moda raya terpadu (MRT) harus dibangun untuk menjangkau 112 kilometer wilayah. Angkutan mikro juga harus tersedia lebih dari 20.000 kendaraan.
Hal lain yang disampaikan Anies dalam rapat tersebut yakni urgensi pembangunan jalur layang (elevated) kereta api dalam kota.
Baca juga: DKI Evaluasi Integrasi Moda
"Insya Allah ini akan langsung disiapkan jalur kereta api dalam kota sehingga tidak ada lagi persimpangan sebidang, supaya kereta api di dalam kota, loopline-nya, headway-nya bisa 3 menit," ucapnya.
Anies menyampaikan, semua peserta yang hadir dalam rapat bersama Wapres Jusuf Kalla itu sepakat untuk sama-sama membangun transportasi di Jakarta dalam waktu 10 tahun.
"Tidak dikerjakan secara bertahap 30-40 tahun, (tapi) dikerjakan bersamaan dalam waktu 10 tahun, seluruhnya dikerjakan," kata Anies.
Anies menyebut setidaknya dibutuhkan Rp 650 triliun untuk membenahi transportasi Jabodetabek.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko menyebutkan, butuh sekitar 42.300 unit angkutan umum baru agar sebagian besar warga bisa menggunakan transportasi publik.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan 60 persen warga menggunakan transportasi publik pada 2030.
"Jadi kalau bicara penambahan, bus kecilnya butuh 37.000-an, kemudian bus sedang sekitar 3.000, dan bus besar 2.300," kata Sigit di DPRD DKI Jakarta, Selasa kemarin.
Sigit mengatakan, saat ini pihaknya baru menargetkan 8.329 unit bus kecil atau angkot yang bisa terintegrasi dengan transjakarta. Ia mengatakan, target menyediakan 37.000 bus akan dipenuhi bertahap.
"Faktanya DKI meskipun PSO (public service obligation atau subsidi transportasi publik) tiap tahun meningkat, angkanya baru 19 persen. Untuk mencapai 60 persen di 2030 ini perlu ada usaha yang keras, perlu rekayasa trayeknya, begitu juga integrasi menjadi satu kunci,” kata Sigit.
Setelah menjalankan integrasi bus kecil atau angkot dengan transjakarta, Jakarta kini menjajaki integrasi dengan bus sedang. Empat operator bus sedang yang masih beroperasi, yakni Kopaja, Metromini, Kopami Jaya, dan Koantas Bima, tengah didorong untuk meremajakan unitnya.
Tahun 2019 menjadi batas akhir operator bus sedang meremajakan angkutannya di DKI Jakarta.
Peremajaan angkutan umum sudah diamanatkan di Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi. Pergub itu melarang angkutan yang berusia lebih dari 10 tahun beroperasi. Peremajaan dimulai sejak 2016 dengan tenggat waktu tiga tahun.
Ditargetkan, 709 bus sedang yang tersisa bisa segera diremajakan dan bergabung di bawah PT Transjakarta. Setelah bergabung, trayek bus kecil dan bus sedang akan dirombak untuk memperluas jangkauan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.