Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Empat Bulan Perjalanan Polisi Mengungkap Pemalsuan Meterai...

Kompas.com - 21/03/2019, 06:29 WIB
Rindi Nuris Velarosdela,
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi mengungkap kasus pemalsuan meterai dengan menangkap sembilan tersangka berinisial ASR, DK, SS, ASS, ZUL, RH, SF, DA, dan R.

Pengungkapan kasus pemalsuan materai itu berdasarkan informasi dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan tentang adanya penjualan meterai palsu di situs online.

Wakapolda Metro Jaya Brigjen (Pol) Wahyu Hadiningrat mengatakan, polisi membutuhkan waktu empat bulan untuk menangkap seluruh tersangka pemalsuan.

"Kami bekerja sama dengan Ditjen Pajak dan Kantor Pos. Dalam pengungkapan kasus ini, kami membutuhkan waktu empat bulan sejak Oktober 2018. Akhirnya, kami mengamankan sembilan orang dengan perannya masing-masing," kata Wahyu, Rabu (20/3/2019).

Baca juga: Beredar Meterai Palsu, Begini Cara Membedakan dengan yang Asli...

Setelah dilakukan pemeriksaan, masing-masing tersangka diketahui mempunyai peran yang berbeda dalam memalsukan meterai.

Tersangka ASR dan DK ditangkap di daerah Bekasi pada akhir Februari 2019. ASR berperan sebagai penyablon dan penjual meterai palsu di situs online.

Sementara, DK berperan sebagai kurir pengirim paket meterai palsu.

"ASR menggunakan nama inisial JF saat menjual meterai palsu di situs online," ungkap Wahyu.

Tersangka selanjutnya berinisial SS yang ditangkap di daerah Depok. Ia berperan sebagai penyedia bahan baku pembuatan meterai palsu dan membantu mencarikan percetakan.

Tersangka keempat berinisial ASS yang ditangkap di daerah Bekasi. Ia berperan sebagai pencari percetakan dan pembuatan hologram meterai palsu.

"Pengembangan terus dilakukan. Tersangka ZUL dan RH ditangkap daerah Jakarta Timur. Mereka berperan mencetak dasar meterai palsu menggunakan mesin," ungkap Wahyu.

Polisi pun terus melakukan pengembangan kasus pemalsuan meterai itu sehingga ditangkap tiga tersangka lainnya, yakni SF, DA, dan R.

SF berperan sebagai pembuat hologram atau polimeterai palsu menggunakan mesin poli.

Baca juga: Meterai Palsu Dijual Secara Online, Negara Dirugikan Rp 30 Miliar

DA berperan sebagai kurir, sementara R berperan sebagai penjahit meterai palsu menggunakan mesin pencacah manual dan mesin pembolong berbentuk bintang dan oval.

Kerugian

Wahyu mengatakan, kasus pemalsuan meterai itu telah merugikan negara sekitar Rp 30 miliar. Meterai palsu itu dijual secara online ke seluruh Indonesia. 

"Kalau kami hitung dari apa yang kami dapat, kerugian kurang lebih Rp 30 miliar," kata Wahyu.

Wahyu mengungkapkan, meterai palsu tersebut dijual seharga Rp 2.200 dan didistribusikan ke seluruh daerah di Indonesia.

Sementara proses produksi meterai palsu tersebut dilakukan di daerah Jakarta dan sekitarnya.

Baca juga: Jual Meterai Palsu secara Online, 9 Orang Ditangkap

"Nilai jual kepada pengguna itu Rp 2.200, harga jual aslinya Rp 6.000. Daerah operasi (pembuatan meterai palsu) itu di daerah Jakarta dan sekitarnya. Namun, distribusinya ke seluruh Indonesia," ujar Wahyu.

Atas perbuatannya, kesembilan tersangka itu dijerat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, Pasal 257 KUHP, dan Pasal 253 KUHP dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.

Cara membedakan

Direktur Operasi Perusahaan Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) Saiful Bahri mengatakan, warga dapat mencegah peredaran meterai palsu dengan mengindetifikasi perbedaan antara meterai palsu dan asli.

Cara membedakannya dapat dilakukan dengan cara menggoyang meterai.

"Kalau meterai dilihat, diraba, dan digoyang. Ketika meterai digoyang, maka bunga (pada meterai) akan terjadi perubahan warna. Sedangkan saat diraba, sebelah atas meterai terasa kasar karena itu dicetak dengan mesin," kata Saiful.

Saiful menjelaskan, meterai asli dicetak menggunakan mesin khusus milik Peruri.

"Perlu kami sampaikan (mesin pembuat meterai) itu yang boleh membeli hanya pemerintah, swasta tidak boleh, sehingga ketika terjadi pemalsuan (meterai) yang paling bisa dilihat dari sisi rabaannya," ujarnya. 

Baca juga: Hati-hati Meterai Tempel dan Bekas Pakai, Ini Saran PT Pos Indonesia

Sementara, Deputi Jasa Keuangan Retail dan Jaringan PT Pos Indonesia Meidiana Suryati mengatakan, warga juga perlu waspada jika menemukan meterai dengan harga murah.

Menurut Meidiana, meterai palsu biasanya dijual lebih murah dibandingkan harga meterai lainnya.

"Masyarakat patut curiga saja kalau harganya murah. Kalau sampai ada yang jual harganya di bawah rata-rata, maka kami bisa duga itu palsu," kata Meidiana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com