Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Bumi, Walhi Pertanyakan Konsep Naturalisasi Sungai hingga soal Sampah di Jakarta

Kompas.com - 22/04/2019, 20:55 WIB
Ryana Aryadita Umasugi,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan, ada empat poin yang mereka tekankan dalam aksi memperingati Hari Bumi 2019 di Balai Kota hingga Monumen Nasional (Monas), Senin (22/4/2019).

Empat poin tersebut merupakan persoalan lingkungan yang didesak agar segera ditangani Pemerintah DKI Jakarta.

Persoalan tersebut di antaranya masalah sungai mengenai konsep naturalisasi, isu sampah, kualitas udara Jakarta, dan penanganan pesisir Jakarta.

Baca juga: Walhi Peringati Hari Bumi: Darurat Sampah, Pulihkan Jakarta Sekarang!

Mengenai krisis kondisi sungai, Pemprov DKI dinilai belum menunjukkan kemajuan signfikan. Padahal laporan Pemerintah DKI sendiri sudah mengungkapkan mayoritas sungai di Jakarta mengalami beban pencemaran yang berat.

"Konsep naturalisasi Pemprov DKI yang sering dilemparkan kepada publik belum jelas menjawab bagaimana menyelesaikan krisis sungai di Jakarta. Termasuk juga pergub yang baru saja dikeluarkan, yakni nomor 31 tahun 2009 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air Secara Terpadu Dengan Konsep Naturalisasi," ucap Tubagus kepada Kompas.com, di Monas, Senin (22/4/2019).

Menurutnya, pergub ini masih belum menjawab bagaimana pemulihan kualitas sumber daya air. Artinya masa depan kualitas sungai di Jakarta belum memiliki kepastian.

Baca juga: Naturalisasi Sungai ala Anies, Mungkinkah Dilakukan?

Tubagus mengatakan, dengan kewenangannya Gubernur dapat melakukan audit dan review perizinan seluruh industri di Jakarta yang berpotensi mencemari (termasuk juga berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah sekitar Jakarta), juga melakukan pengawasan yang ketat dan penegakan hukum.

"Namun agenda belum juga terlihat signifikan sampai saat ini. Pergub ini juga minim membuka ruang pelibatan warga, meskipun disinggung dalam beberapa pasal, namun tidak pada proses perencanaan dan pelaksanaan," jelasnya.

Pada isu sampah, Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat dinilai belum menghadirkan kebijakan dan aksi yang secara nyata menjawab persoalan utama sampah plastik dan kemasan yang menjadi tanggung jawab produsen.

Baca juga: Hari Bumi, 6 Foto Memilukan Bukti Plastik Bahayakan Planet Ini

Pemprov DKI dinilai belum menekan dan mengejar tanggung jawab produsen, namun menghadirkan solusi yakni dengan berencana melakukan pengelolaan sampah berbasis pembakaran (ITF Sunter) yang dinilai tanggung jawab produsen diabaikan.

"Kami menduga solusi palsu tersebut diperuntukkan melarikan tanggung jawab produsen, dan kemudian masyarakat lah yang harus menanggung beban tersebut," lanjut Tubagus.

Pemprov DKI harusnya mengeluarkan kebijakan yang progresif, seperti larangan penggunaan kantong plastik dan styrofoam.

Baca juga: Selamat Hari Bumi, Bermula dari Peristiwa 1969 Hingga Dirayakan Dunia

Selain itu, pemerintah diminta bersikap tegas terhadap kondisi kualitas udara. Apalagi berdasarkan data Greenpeace DKI Jakarta memiliki kualitas udara terburuk di Asia Tenggara.

"Hal ini berbeda dengan negara lain di regional yang merespons cepat ketika terjadi pencemaran udara di wilayahnya, seperti Bangkok. Padahal sepanjang tahun 2019 pun beberapa stasiun pemantauan kualitas udara sering menunjukan kualitas udara Jakarta tidak sehat di beberapa titik," terangnya.

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta melakukan aksi memperingati Hari Bumi di depan Balai Kota Jakarta, Senin (22/4/2019). Dalam aksinya aktivis Walhi mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan upaya pemulihan ekologis lingkungan serta melakukan penegakan hukum kepada seluruh industri yang berpotensi mencemari dan merusak lingkungan.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta melakukan aksi memperingati Hari Bumi di depan Balai Kota Jakarta, Senin (22/4/2019). Dalam aksinya aktivis Walhi mendesak Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan upaya pemulihan ekologis lingkungan serta melakukan penegakan hukum kepada seluruh industri yang berpotensi mencemari dan merusak lingkungan.

Tak hanya itu, Walhi juga menyoroti pencemaran dan kerusakan yang dialami masyarakat pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu.

Menurut Walkhi sumber kehidupan masyarakat terancam dan tertekan oleh industri pariwisata yang aktivitasnya sering kali melakukan praktik-praktik pengrusakan ekosistem penting di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut.

Baca juga: Memerangi Sedotan Plastik di Hari Bumi

Persoalan utama dinilai berada pada penguasaan pulau-pulau kecil oleh perusahaan dan individu.

"Setidaknya lebih dari 60 pulau kecil dikuasai oleh perusahaan. Kami menduga rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang saat ini sedang disusun akan semakin melanggengkan perampasan dan perusakan wilayah kelola rakyat tersebut," tutup Tubagus.

Sebelumnya, sejumlah anggota Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menggelar aksi dalam rangka Hari Bumi 2019, Senin (22/4/2019).

Mereka membawa beberapa spanduk yang bertuliskan "Jakarta Darurat Ekologi", "1001 aksi untuk bumi", "pilih keadilan ekologis", "Darurat Sampah, Pulihkan Jakarta Sekarang".

Empat anggota Walhi memakai kostum berwarna orange seperti petugas prasarana dan sarana umum (PPSU) namun bertuliskan Walhi. Mereka juga mengenakan masker anti polusi sebagai tanda protes.

Aksi ini mereka gelar di depan Balai Kota DKI Jakarta kemudian berjalan kaki menuju Taman Aspirasi, Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat.

Dalam aksinya mereka menuntut agar pemerintah DKI Jakarta memulihkan keseimbangan ekologis kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Megapolitan
Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal 'Numpang' KTP Jakarta

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal "Numpang" KTP Jakarta

Megapolitan
Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Megapolitan
Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Megapolitan
Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Megapolitan
NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com