"Kalau itu (berita bohong) diberi tujuan kepada orang lain dan orang lain memposting kepada sehingga publik bisa membaca dan seterusnya itu sebenarnya tanggung jawabnya adalah yang memposting itu sendiri," kata Mudzakir.
Ia mencontohkan, jika sebuah berita bohong disampaikan kepada orang lain dengan catatan tidak untuk disebarluaskan, tetapi berita tersebut sudah terlanjur meluas.
Jika begitu, pihak yang patut bertangung jawab yakni orang yang mempublikasi kebohongan itu.
"Tapi kalau misalanya itu sudah terpublikasi walaupun ada tertulis off the record ya yang bertanggung jawab adalah yang mempublikasi, tetapi karena tanggung jawab untuk keonaran tidak ada, berati target untuk membuat keonaran tidak ada," papar dia.
Baca juga: Dokter Kejiwaan Akan Jadi Saksi, Ratna Harap Bisa Meringankan
Sementara itu, Teguh Afriyadi mengatakan, menyebarkan pesan dari satu orang ke orang lain melalui WhatsApp tidak bisa disebut menyebarluaskan.
"Dalam konteks UU ITE Pidana 28 Ayat 2 yang menyebar itu untuk diketahui secara umum. Umum itu adalah publik, orang yang tidak dikenal," ujar Teguh.
Menurut Teguh, mengirim pesan WhatsApp merupakan bentuk transmisi, bukan penyebarluasan karena pesan hanya disampaikan dari orang ke orang, bukan kepada publik.
"Penyebaran via WhatsApp itu mentransmisikan, tetapi apakah dia mendisitribusikan? Konteks Pasal 157 KUHP itu penyebaran dengan waktunya sama, tujuanya untuk diketahui secara umum," ujar Teguh.
Dalam konteks kasus Ratna, Ratna diketahui hanya mengirimkan pesan terkait penganiayaannya kepada orang-orang dekatnya seperti Rocky Gerung, Dahnil Anzar, dan Fadli Zon.
Baca juga: Dalam Sidang Ratna Sarumpaet, Fahri Hamzah Ditanya Silang Pendapat dengan Tompi
Namun, Ratna tidak pernah mengunggah foto muka lebamnya dan mengaku dipukul ke media sosial.
Kasus hoaks Ratna bermula ketika foto lebam wajah Ratna Sarumpaet beredar luas di media sosial. Kepada beberapa pihak, Ratna mengaku jadi korban pemukulan orang tidak dikenal di Kota Bandung, Jawa Barat.
Belakangan, Ratna mengklarifikasi bahwa berita penganiayaan terhadap dirinya adalah bohong. Muka lebamnya bukan disebabkan penganiayaan, melainkan karena operasi plastik.
Ratna didakwa dengan Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.
Jaksa juga mendakwa Ratna dengan Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45 A Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.