BEKASI, KOMPAS.com - Saefudin (54) dan Hani (70) mungkin tak percaya, mereka bakal menjejakkan kaki di Tanah Suci besok. Pagi ini, pasangan suami-istri asal Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat itu dijadwalkan berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta dari Asrama Haji Embarkasi Bekasi.
Keduanya bukan jemaah haji biasa. Belasan tahun mereka habiskan dengan hidup serba pas-pasan demi menabung ongkos naik haji. Sejak tahun 2000, Saefudin dan Hani menyisihkan uang hasil bekerja sebagai buruh tani serabutan untuk pergi ke Mekkah.
"Tergantung dapatnya. Kerja bebersih kebun juga sewaktu-waktu. Bisa menyisihkan Rp 10.000-20.000 per hari," ujar Saefudin, menggunakan bahasa Sunda saat ditemui Kompas.com di Asrama Haji Embarkasi Bekasi, Jumat (19/7/2019).
Dua belas tahun berselang, Saefudin dan Hani akhirnya mendaftarkan diri untuk mendapatkan nomor porsi keberangkatan haji. Rasa syukur meluap-luap di dada mereka.
Baca juga: Videonya Viral di Arab Saudi, Kakek 94 Tahun Diundang Raja Salman Naik Haji
Tentu, capaian tersebut tak dicapai semudah membalik telapak tangan. Malah, keduanya sempat jadi bahan pergunjingan tetangga setelah mendaftarkan diri sebagai calon jemaah haji pada 2012. Sejumlah tetangga tak percaya, buruh tani serabutan sanggup menghimpun biaya naik haji.
"Ya, bisa dibilang kami blangsak di kampung mah. Dicaci-maki tak kuat diceritain," ujar Saefudin sambil menunduk dan menutup wajahnya.
"Jadi enggak percaya tetangga kalau kami naik haji, pekerjaan cuma gitu kok naik haji," kenangnya.
Beberapa tetangganya bahkan sempat bergunjing, bahwa Saefudin dan Hani memperoleh biaya naik haji dari sumber-sumber yang tidak jelas. Tetangga baru balik simpati ketika mereka diumumkan bakal masuk rombongan jemaah haji yang berangkat pada tahun ini.
"Pas sudah mau berangkat, enggak lagi. Sudah percaya," kata Saefudin.
Baca juga: 25 Tahun Menabung, Pemulung Lamongan Akhirnya Berangkat Haji
"Tetangga ngasih jagung, ngasih kelapa untuk kami makan. Kami cuma berharap, 'Ya Allah, mudah-mudah pengorbanan ini bisa membawa saya ke Tanah Suci'. Kami makan apa saja yang ada di depan mata," jelas Hani.
Kehidupan mereka memang sulit. Dalam sehari, pendapatan mereka tak menentu. Sehingga, besar tabungan mereka pun pasang-surut pula.
"Tergantung dapatnya. Kerja bebersih kebun juga sewaktu-waktu. Bisa menyisihkan Rp 10.000-20.000 per hari," kata Saefudin.
Surya Maulana, panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) Kabulaten Tasikmalaya mengatakan, Saefudin dan Hani tinggal di suatu desa yang jauh dari pusat kota. Rumahnya yang sederhana berdiri di balik bukit-bukit.
"Paling dekat itu dengan Sukaraja yang bisa dibilang agak masih ramai. Tapi, itu pun masih jauh. Bapak Saefudin juga tidak punya kendaraan seperti sepeda motor," kata Surya di Asrama Haji Embarkasi Bekasi.
Tinggal di tempat yang jauh dari keramaian tanpa memiliki kendaraan tak menyurutkan niat keduanya untuk menjemput panggilan Ilahi.
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.