BEKASI, KOMPAS.com - Klinik Aditama Medika di Kampung Siluman, Desa Mangunjaya, Kecamatan Tambun Selatan, digerebek polisi, Rabu (7/8/2019).
Dalam konferensi pers yang digelar Minggu (11/8/2019), Kapolsek Tambun Kompol Rahmad Sujatmiko mengatakan, penggerebekan itu berawal dari informasi yang diperoleh dari masyarakat mengenai praktik aborsi di klinik tersebut.
Dalam penggerebekan itu, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa obat-obatan dan janin aborsi. Pemilik klinik, perawat, serta sepasang teman dekat yang kedapatan baru selesai melakukan aborsi illegal digelandang.
"Saat kami melakukan penggeledahan, pemilik klinik sedang atau selesai melakukan tindakan aborsi atau mengeluarkan janin. Kami juga menemukan pelaku aborsi sedang proses pemulihan di kamar dan ada tenaga medis yang ikut membantu," kata Rahmad.
Baca juga: Polisi Bongkar Praktik Aborsi di Sebuah Klinik Bekasi
Tak bersertifikat
Polisi punya alasan untuk mencokok pemilik klinik beserta perawat Klinik Aditama Medika. Keduanya diketahui bukan orang yang berkompeten untuk melakukan tindakan aborsi tersebut.
"Jadi ternyata setelah kami lakukan penyidikan, tenaga medis itu bukan seorang dokter spesialis yang bisa melakukan tindakan medis tersebut," jelas Rahmad.
Pada hari penggerebekan, seorang perawat berinisial FJ (24) sempat turut ditangkap polisi lantaran praktik tanpa sertifikat. Namun, FJ akhirnya tak masuk dalam daftar tersangka lantaran tak berperan dalam praktik aborsi ilegal waktu penggrebekan polisi.
Baca juga: Perawat Klinik Aborsi di Tambun Ditangkap karena Tak Bersertifikat
"Informasinya dia perawat baru. Bukan bidan terdaftar," ujar Rahmad via telepon kepada Kompas.com, Senin (12/8/2019). "Dia enggak tahu apa-apa (soal praktik aborsi). Perannya tidak aktif," imbuhnya.
FJ diketahui berasal dari Cirebon, Jawa Barat. Menurut keterangan warga setempat, FJ belum sebulan ikut bertugas di Klinik Aditama Medika.
"Kasihan banget tuh, 1 bulan juga belum. Mungkin daripada ngontrak di sini, mungkin dia tinggal di situ jadinya. Enggak tahu, dia ngerti kedokteran apa enggak," kata Dirga (46), karyawan salah satu toko kelontong yang terpaut sekitar 50 meter dari klinik tersebut.
Sementara itu, bidan lain berinisial MPN (25) masuk dalam daftar tersangka karena diduga terlibat dalam praktik aborsi itu. MPN juga tak memiliki sertifikat kompetensi untuk melakukan praktik aborsi.
Para staf klinik dijerat Pasal 83 Juncto Pasal 64 Undang Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan dan atau Pasal 194 Juncto Pasal 75 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman lima tahun penjara.
Dikenal sebagai klinik umum
Warga Kampung Siluman mengaku terkejut Klinik Aditama Medika dekat kediaman mereka digrebek polisi pada Rabu (7/8/2019) lalu, dengan tuduhan melakukan praktik aborsi ilegal.
"Enggak pernah dengar kalau ada aborsi. Pernah ada ibu hamil yang perawatan sesar di sini. Sesarnya sih di tempat lain," ujar Iwan (55) pemilik toko kelontong yang terpaut 50 meter dari klinik saat ditemui Kompas.com, Senin.
Warga mengaku, klinik merangkap rumah bersalin yang telah beroperasi dua tahun itu sehari-hari dikunjungi para pasien dengan keluhan umum. Iwan mengaku pernah beberapa kali berobat di sana jika terserang demam, namun merasa ongkos berobat di sana agak mahal.
Baca juga: Warga Tak Curigai Klinik Aborsi di Tambun Selama Dua Tahun Beroperasi
"Biasa lah, pasien demam berdarah, usus buntu, kencing batu. Klinik biasa, misalnya situ panas, dirawat gitu," kata dia.
"Kalau orang kampung lagi banyak berobat, di sini ramai, ibaratnya nemenin," imbuh Iwan.
Beni (50), pedagang bebek goreng yang lokasinya persis di seberang Klinik Aditama juga heran jika klinik tersebut melakukan praktik aborsi ilegal. Ia mengaku sering mengantarkan makanan ke klinik tersebut dan tak pernah menjumpai sesuatu yang mencurigakan.
"Obat-obatan sama kamar saja. Enggak ada yang mencurigakan. Dengar-dengar doang kemarin pasiennya dibawa (polisi), tiba-tiba digrebek saja," kata Beni.
Pemilik Klinik Aditama Medika, HF mengaku baru kali ini kliniknya menangani tindakan aborsi selama tiga tahun beroperasi.
"Itu juga karena menolong karena katanya sudah pendarahan," kata HF.
Di sisi lain, pelaku aborsi, HM, mengaku datang ke klinik ini karena mendapatkan rekomendasi dari WS, teman dekatnya yang ikut dicokok polisi, saat dirinya meminta saran klinik yang sanggup melakukan aborsi. Diantar WS, HM merogoh kocek sebesar Rp 5.500.000 untuk mengaborsi janin di kandungannya.
Dikonfirmasi terpisah, Kapolsek Tambun mengaku pihaknya belum dapat memastikan apakah praktik aborsi ilegal di klinik itu benar-benar baru sekali terjadi atau sudah jadi praktik terselubung.
“Kita belum mendapatkan informasi lagi apakah klinik itu pernah menjalani rangkaian praktik aborsi ilegal sebelumnya atau tidak,” ujar Rahmad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.