Hingga kini, Taufiq masih belajar beradaptasi menjalani kehidupannya tanpa cahaya. Hidup dalam kegelapan.
Anak pertama dari tiga bersaudara ini mengakui, awalnya dia sulit menerima kenyataan kalau dia berbeda. Taufiq sempat terpuruk.
“Saya pernah enggak keluar rumah, dijenguk tidak mau. Saya menjauh dari semua orang karena malu dengan keadaan saya,” kata dia.
Baca juga: Istana Siap Bantu Kasus Dokter Romi yang Dibatalkan sebagai CPNS karena Difabel
Taufiq bangkit setelah bertemu orang-orang yang sepertinya dan melihat mereka tak pernah mengeluh.
Meski kehidupan mereka lebih sulit dari Taufiq, mereka tampak menjalani hari-harinya dengan penuh harapan.
“Setelah menangani diri saya kalau diri saya mampu, lalu saya ketemu orang-orang seperti saya. Saya lihat mereka saja bisa masa gue enggak bisa sih,” katanya membangkitkan semangat.
Taufiq yang sekarang, bukan lagi Taufiq yang dulu, pesimistis menjalani kehidupan. Dia menjadi orang yang bersemangat.
Baca juga: Remaja Difabel Tewas Dianiaya di Pusat Layanan Anak Terpadu, Ini Penjelasan Dinsos Pontianak
Pria kelahiran 20 Agustus ini mengatakan, ia kini bisa menjalani berbagai aktivitas tanpa bantuan orang lain.
“Saya sama seperti orang normal, saya bisa naik MRT sendiri, saya bisa naik Transjakarta sendiri. Semua saya lakukan seperti orang normal pada umumnya,” Katanya.
Taufiq juga mengisi waktu dengan merajut. Kain yang ia rajut seringkali dibeli masyarakat.
“Ada aja yang beli kok, kadang pameran juga dan banyak orang suka juga. Saya bersyukur,” katanya.
Adapesan yang ingin disampaikan Taufiq bagi penyandang disabilitas lainnya.
“Teman teman disabilitas yang proses berdamai dengan diri kalian, banyakin sosialisasi. Kita semakin yakin kalau kita teman banyak mereka bisa kita juga bisa bangkit,” ucap dia terseyum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.