BEKASI, KOMPAS.com - Wasti (44) tak bisa istirahat dengan tenang seperti biasa di rumah semipermanen yang ia bangun di bantaran Kali Jambe, Desa Mangunjaya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi.
Sejak dua-tiga bulan lalu, kondisi Kali Jambe dicemari sampah-sampah plastik. Keadaan ini baru terjadi pada tahun ini. Dampaknya, bau tak sedap tercium hingga di rumahnya.
"Ini belum apa-apa, lebih baunya lagi kalau jelang malam hari karena ada angin dari barat. Langsung dah bau serumah-rumah," kata Wasti ditemui Kompas.com di dekat rumahnya, Rabu (4/9/2019) sore.
"Jadinya ya kagak bisa tidur. Umpamanya kecuali sudah ngantuk berat baru bisa tidur. Mau gimana lagi, namanya bau kan enggak bisa dihindarin. Ya, dirasain bae," tambah dia.
Baca juga: [BERITA FOTO] Sudin LH Jakarta Utara Bersihkan Lautan Sampah yang Kepung Kampung Bengek
Tumpukan sampah di Kali Jambe membentang sejauh kurang lebih 500 meter. Berbagai kantong dan kemasan plastik aneka warna serta ukuran menghiasi permukaan kali yang airnya menghitam itu.
Ada plastik karung beras, kantong plastik biasa, hingga kantong sampah berukuran besar warna hitam.
Selain itu, masih ada berbagai benda tak lazim di Kali Jambe, seperti ransel, sandal, karpet, dan berbagai jenis gabus.
Semuanya seakan mengendap di permukaan kali tanpa bisa terdorong arus air.
Baca juga: Sudin LH Dihalangi, Anies Minta Pelindo II Bersihkan Sendiri Sampah di Kampung Bengek
Wasti mengatakan, endapan sampah ini membuat dasar Kali Jambe jadi kian dangkal. Imbasnya, air makin sulit mengalir, sehingga sampah juga makin menumpuk.
Selain menimbulkan bau tak sedap, keadaan ini jadi pemicu bersarangnya nyamuk dan lalat.
"Yang enggak tahan mah nyamuk. Bukan maen, banyak banget. Ngumpetnya kan di sini (tutupan sampah Kali Jambe) kalau siang, malam dia pada keluar," kata Wasti.
Warga lain, Marsad (41) yang tinggal tak jauh dari kediaman Wasti mengungkapkan hal senada.
Baca juga: Pelindo Diberi Waktu 1x24 Jam untuk Urus Sampah di Kampung Bengek
Untuk mengusir nyamuk-nyamuk ganas yang berkomplot dari arah Kali Jambe itu, saban hari Marsad harus membakar sedikitnya dua bungkus obat nyamuk di rumah mungilnya.
"Umpamanya obat nyamuknya habis, waduh itu nyerang lagi. Enggak bisa dibilang lagi banyaknya," kata Marsad.
"Semalaman bisa dua bungkus obat nyamuk bakar. Itu rumah sebelah sempat dirawat (anaknya), gara-gara nyamuk di sini mungkin," imbuhnya.