BEKASI, KOMPAS.com - Warga korban gusuran yang tergabung dalam Forum Korban Penggusuran Bekasi (FKPB) kembali menggelar unjuk rasa di depan kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi di Jalan Khairil Anwar, Bekasi Timur, Rabu (11/9/2019).
Demo kali ini merupakan kali kesekian setelah mereka digusur paksa Pemerintah Kota Bekasi pada 2016. Mereka mendesak BPN Kota Bekasi menerbitkan surat pemblokiran penerbitan sertifikat atas lahan gusuran.
Sebab, BPN Kota Bekasi sebelumnya telah menyatakan bahwa lahan gusuran itu bukan milik pemerintah.
Baca juga: Korban Gusuran Pekayon Jakasetia Kembali Demo BPN Kota Bekasi
"Melihat sikap BPN yang terkesan berpihak kepada Pemkot Bekasi dan memberatkan warga, kami mengajukan permohonan pemblokiran penerbitan sertifikat tanah Pekayon-Jakasetia yang masih sengketa," tulis FKPB dalam keterangan resminya kepada Kompas.com, Rabu siang.
Surat blokir itu dianggap penting bagi warga korban gusuran. Tanpa surat tersebut, warga dibayangi ketakutan bakal “dikalahkan” diam-diam jika suatu hari terdapat oknum bermodal yang tiba-tiba memohonkan sertifikat atas tanah yang sedang konflik itu.
"Surat ini menjadi penting buat warga, karena memang kami punya ketakutan saat penggusuran 2016, memang pemkot tidak mengikuti prosedur hukum itu. Kami ingin mengamankan objek tanahnya, karena sekarang mereka (warga korban gusuran) tidak punya rumah, makanya kalau proses (pendaftaran sertifikat tanah oleh pihak lain) itu diblokir, warga akan tenang," kata Khairin Sangaji pada Rabu sore.
Khairin merupakan mahasiswa yang tinggal bersama warga korban gusuran Pekayon-Jakasetia hampir tiga tahun terakhir.
"Bagaimana warga memperjuangkan hukum, sedangkan objek sengketanya saja tidak bisa diamankan," ujar Khairin.
"Makanya kami meminta surat pemblokiran lahan dari pengajuan pihak mana pun atas lahan itu. Penting bagi warga dan kita mendorong BPN supaya mengeluarkan surat pemblokiran itu," kata dia.
BPN gamang
Akan tetapi, BPN Kota Bekasi tak mengindahkan desakan tersebut. Kepala Subseksi Sengketa, Konflik, dan Perkara Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi, Dandun Wibowo, warga yang sudah tinggal di lahan Pekayon-Jakasetia selama lebih dari 20 tahun tidak punya surat apa pun.
"Dasarnya apa kami blokir? Harusnya gugat, baru jadi dasar gugatan kalau buat kami melakukan blokir. BPN hanya bisa bergerak di lahan yang sudah didaftarkan sertifikatnya," ujar Dandun pada Kompas.com, Rabu sore.
"Kalau didemo mereka bilang menguasai di situ dasarnya apa? Kalau menghuni di atas 20 tahun dan bayar listrik itu enggak bisa jadi dasar (permohonan blokir)," kata Dandun.
Dandun bersikukuh, jajarannya tak sanggup bergerak tanpa hitam di atas putih, padahal faktanya terjadi sengketa dan perlawanan di atas lahan gusuran Pekayon-Jakasetia.
Baca juga: BPN Kota Bekasi: Demo Korban Gusuran Pekayon-Jakasetia Salah Alamat
"Berdasarkan gugatan saja kalau mereka mau blokir. Kita enggak bisa mengeluarkan apa yang mereka minta," kata Dandun.
Meski begitu, secara tersirat, Dandun menutup kemungkinan lahan gusuran di Tanah Pengairan tersebut tiba-tiba dimohonkan sertifikat hak miliknya oleh orang lain, terutama oleh Perum Jasa Tirta II – badan usaha di bawah Kementerian PUPR yang ditugaskan mengelola Tanah Pengairan, termasuk lahan Pekayon-Jakasetia.
Pemerintah Kota Bekasi kerap menganggap, lahan Pekayon-Jakasetia merupakan milik Perum Jasa Tirta II. Anggapan itu jadi dalih penggusuran paksa rumah warga pada 2016 lalu.
Padahal, menurut Dandun, Perum Jasa Tirta II pun belum pernah menunjukkan bukti kepemilikan maupun permohonan sertifikat atas tanah tersebut pada BPN Kota Bekasi.
Surat BPN Kota Bekasi tanggal 21 Agustus 2019 juga menyatakan hal yang sama, bahwa belum ada satu pun sertifikat hak atas tanah itu yang dicatat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi.
"Tanah tersebut merupakan aset negara Kementerian PUPR/Perum Jasa Tirta II yang belum dimohonkan suatu haknya. Terhadap tanah aset negara yang belum dimohonkan sertifikatnya, dokumen tidak tersimpan pada BPN," tulis Kepala BPN Kota Bekasi, Deni Ahmad Hidayat dalam surat itu.
Andai pun bukti kepemilikan itu bisa ditunjukkan, merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, BPN Kota Bekasi tidak serta-merta bisa menerbitkan sertifikat tanah, menurut Dandun.
Pasalnya, secara fisik, warga korban gusuran lah yang menguasai tanah tersebut. Sementara itu, untuk memohonkan sertifikat tanah, dibutuhkan bukti yuridis dan bukti penguasaan fisik yang kuat.
“Harus semuanya, data yuridis maupun data fisik. Data fisik itu kita periksa ke lapangan, apa betul ada tanahnya, siapa yang menguasai tanah itu secara fisik,” ujar Dandun.
Sikap gamang inilah yang dipertanyakan Khairin. Menurut dia, beberapa kali petugas BPN Kota Bekasi mondar-mandir melakukan pengukuran di sekitar lokasi gusuran Pekayon-Jakasetia. Warga korban gusuran dibayangi trauma jika pengukuran itu berarti penggusuran tahap lanjut.
“Padahal BPN sudah sama persepsi, tidak akan menerima pendaftaran apa pun misalnya ada pengajuan permohonan dari pihak tertentu terhadap lahan eks Pekayon-Jakasetia, bahwa BPN sendiri yang akan blokir. Nah yang kami minta adalah jawaban tertulis dari pernyataan BPN itu sendiri,” ungkap Khairin.
Ricuh
Warga korban gusuran didampingi sejumlah mahasiswa bersikeras menunggu di depan kantor BPN Kota Bekasi hingga desakan mereka digenapi. Hingga Rabu malam, desakan itu menguap begitu saja.
Akhirnya, mereka dibubarkan paksa oleh polisi. Mereka dianggap melewati waktu penyampaian pendapat yang dibatasi sampai pukul 18.00 WIB, meskipun mereka telah menyatakan tidak akan berorasi dengan hanya duduk lesehan di depan kantor BPN.
Wakapolres Metro Bekasi Kota AKBP Eka Mulyana yang mengomandoi aparat sore itu sempat menemui dan meminta mereka membubarkan diri. Hanya satu menit berselang, polisi membubarkan paksa pendemo.
Bentrokan fisik tak terhindarkan. Beberapa mahasiswa dikepung dan diseret polisi hingga terjungkal. Kalah jumlah, sejumlah mahasiswa ditangkap dengan cara diseret polisi menuju truk polisi.
“Ambil, ambil, ambil!" seru sejumlah polisi dalam keadaan ricuh itu.
Di dalam truk, kericuhan sempat kembali pecah.
"Angkut, angkut saja, jangan pakai mukul!" seru mahasiswa di dalam truk.
"Tambah, tambah, tambah anggota di dalam!" seru Kasatreskrim Polres Metro Bekasi Kota, Kompol Arman.
Dalam keterangan FKPB pada Rabu malam, total terdapat sepuluh mahasiswa yang dibawa polisi ke Mapolres Metro Bekasi Kota.
“Ya, nanti dikembalikan,” jamin Kompol Agung, Kapolsek Bekasi Timur di lokasi, Rau malam.
Dalam keterangan yang sama, lima mahasiswa lain mengeluh sakit dan memar akibat dicekik serta menerima tendangan aparat di bagian kaki, bahu, dan dada. Tiga orang warga lansia pun sempat terjebak dalam pusaran kericuhan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.