JAKARTA, KOMPAS.com - Kepolisian disebut menutup akses kepada keluarga untuk bertemu mahasiswa yang ditangkap saat aksi unjuk rasa di sekitar Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat.
"Keluarga dan kuasa hukum tidak diberikan akses bertemu kepada orang tersebut," kata Staf Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi Muhammad Rezaldy di kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jumat (27/9/2019) malam.
Andi menyampaikan, polisi pertama kali menyampaikan menangkap 94 mahasiswa setelah aksi unjuk rasa itu.
Baca juga: ICJR Sulit Dapat Akses untuk Dampingi Mahasiswa yang Diamankan Polisi
Mereka diperiksa di berbagai unit. Ada yang diperiksa di Unit Reserse Mobile (Resmob), Unit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras), Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), hingga Unit Keamanan Negara (Kamneg).
Setiap unit tidak memiliki informasi soal pemeriksaan mahasiswa di unit lain. Hal tersebut menyulitkan orangtua yang mencari anaknya.
"Para orangtua dan keluarga mahasiswa itu dipingpong dari unit satu ke unit lain. Jadi tidak ada kepastian soal akses data dan informasi itu," kata dia.
Baca juga: Kontras: Kepolisian Tak Transparan, Sekitar 30 Orang Masih Ditahan di Polda
Saat orangtua mengetahui unit pemeriksaan anaknya, lanjut Andi, orangtua yang bersangkutan tetap tidak bisa bertemu anaknya.
Andi mempertanyakan sikap polisi yang menutup akses orangtua untuk menemui anaknya.
"Kenapa polisi menutupi akses yang sebetulnya itu hak keluarga dan pendamping hukumnya? Kita mempertanyakan itu. Karena tidak menutup kemungkinan di dalam (tahanan) itu terjadi yang tidak kita inginkan, seperti dugaan tindakan penyiksaan, dugaan tindakan tidak manusiawi lainnya," ucap Andi.
Aksi demonstrasi di Kompleks Parlemen Senayan berlangsung sejak Senin sampai Rabu lalu.
Mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa pada Senin-Selasa, sementara para pelajar berdemo pada Rabu.
Aksi demonstrasi pada Selasa dan Rabu berujung rusuh. Sejumlah orang terluka dan ditangkap polisi.
Data LBH Jakarta, sekitar 90 orang dilaporkan belum kembali ke rumahnya pasca-demonstrasi itu.
Sementara polisi menetapkan 12 pelajar dan 24 mahasiswa sebagai tersangka aksi kerusuhan di Kompleks Parlemen Senayan.
Berdasarkan data yang dimiliki Polda Metro Jaya, pada 24-25 September, tercatat 105 mahasiswa diamankan dengan rincian 24 orang ditetapkan sebagai tersangka dan 81 orang lainnya telah dipulangkan.
Sementara itu, 15 pelajar SMP dan SMA juga diamankan dengan rincian 12 orang ditetapkan sebagai tersangka dan 3 orang dikembalikan ke orangtua.
Adapun, pada 25-26 September, polisi mengamankan 15 mahasiswa dan 83 pelajar.
Namun, belum ada informasi apakah ada yang ditetapkan tersangka dan jumlah orang yang dipulangkan.
Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Suyudi Ario Seto mengatakan, para mahasiswa dan pelajar itu ditetapkan tersangka penyerangan dan pengrusakan fasilitas umum.
"Macam-macam (alasan ditetapkan sebagai tersangka) seperti menyerang petugas, pengrusakan secara bersama-sama dan bahkan ada yang melakukan pembakaran," kata Suyudi kepada wartawan, Jumat.
Saat ini, para tersangka masih menjalani pemeriksaan intensif di Polda Metro Jaya.
Sementara, para pelajar yang berusia di bawah 18 tahun dititipkan di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani, Jakarta.
Suyudi menyebut para tersangka dijerat Pasal 170, 212, 214, 406,187 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.