Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta UMP DKI di Atas Rp 4,3 Juta, KSPI: Buruh Butuh Parfum dan Kuota Internet

Kompas.com - 22/10/2019, 11:28 WIB
Ryana Aryadita Umasugi,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Kahar S Cahyono menyebutkan KSPI sebenarnya mengusulkan upah minimum pekerja (UMP) DKI Jakarta di atas Rp 4,3 juta.

Angka ini pun merupakan usulan tahun lalu yang didasarkan pada survei kebutuhan hidup layak (KHL).

"Tahun kemarin dari usulan KSPI dari untuk UMP 2019 itu besarnya adalah Rp 4,3 juta untuk tahun lalu. Nah mestinya sekarang lebih besar dari itu. Untuk survei UMP itu sebenarnya ada peraturan menterinya. Permen tentang item KHL yang paling utama tentang makanan ada item makanan, perumahan, sandang," katanya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (22/10/2019).

Dari segi makanan, perhitungan tersebut untuk kebutuhan pokok para pekerja. Lalu untuk perumahan dihitung jika buruh menyewa atau membeli rumah beserta perabotan.

Namun, perhitungan untuk perumahan tentu bukan perhitungan per bulan, tetapi dikalkulasi hingga beberapa tahun. Komponen lain yang dihitung dalam KHL adalah pakaian dan transportasi untuk pergi dan pulang ke tempat kerja.

Baca juga: Unsur Buruh Tak Diajak Berunding, KSPI Tolak Rencana Kenaikan UMP pada 2020

Saat ini, Kahar menyebutkan bahwa pemerintah masih menggunakan 60 item untuk perhitungan KHL. Padahal, KSPI dan kelompok buruh lain sudah mengusulkan perhitungan KHL dengan 84 item.

"Usulan kami 84 item. Jadi penambahan yang saat ini belum masuk adalah pulsa. Nah kita minta itu dimasukkan, hampir semua orang kan butuh kuota untuk internet, termasuk untuk beli HP itu juga belum masuk (ke KHL). Itu yang paling umum," kata dia.

Bahkan yang paling terbaru, pekerja juga mengusulkan agar parfum juga dimasukkan dalam perhitungan item KHL.

"Buruh juga mengusulkan pakai parfum ke kantor. Begitu kan teman-teman butuh parfum. Ternyata itu belum masuk dalam item KHL. Masa buruh enggak boleh wangi," ucap Kahar.

Meski demikian, jika nantinya 84 item KHL ini disetujui, KSPI tetap pesimistis lantaran kenaikan UMP saat ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupahan yang didasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca juga: Rencana Kenaikan UMP DKI Jadi Rp 4,2 Juta Ditanggapi Pesimistis Jurnalis

"Jadi buat apa ada KHL kalau yang dihitung berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi tadi. Jadi itulah kenapa kita menolak. Kenaikannya tidak berdasarkan kebutuhan real ada pertanyaan begini, nanti upahnya akan semakin tinggi berdasarkan survei itu," katanya.

Diketahui, rencana kenaikan UMP tersebut dikeluarkan oleh Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri melalui surat edaran dengan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019. Surat yang diedarkan kepada seluruh Gubernur se-Indonesia itu dirilis pada 15 Oktober 2019.

Surat edaran tersebut menuliskan persentase kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2020 sebesar 8,51 persen. Angka tersebut didapat berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Di DKI Jakarta, jika UMP resmi naik sebesar 8,51 persen, UMP yang sebelumnya Rp 3.940.973 akan menjadi Rp 4.276.349 per bulan pada 2020.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com