DEPOK, KOMPAS.com - Kapolres Depok Kombes Pol Azis Ardiansyah memperingatkan perwakilan warga Kampung Bulak terkait penolakan penertiban lahan di kampung tersebut.
Azis mengatakan, akan ada konsekuensi hukum ketika warga menolak untuk pindah dari lahan yang tercatat sebagai lahan milik negara tersebut.
"Akan ada pidana KUHP Pasal 167, 163. Jangan sampai begitu," ujar dia saat melakukan dialog dengan perwakilan warga Kampung Bulak di kawasan pembangunan Kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Cisalak, Depok, Senin (11/11/2019).
Pasal-pasal tersebut merupakan aturan yang berisi tentang penyalahgunaan wewenang terhadap tanah milik orang lain.
Baca juga: Bebaskan Lahan Kampus UIII, Satpol PP Depok Akan Kerahkan 2.600 Personel
Pasal 167 adalah pasal KUHP tentang Tindakan Penyerobotan Tanah, sedangkan Pasal 163 tentang aturan Menyewakan Tanah Orang Lain.
Untuk diketahui, lahan yang ditinggali warga Kampung Bulak merupakan lahan milik pemerintah pusat yang dulunya digunakan Departemen Penerangan Republik Indonesia.
Lahan tersebut saat ini dilimpahkan ke Kementerian Agama Republik Indonesia dengan nomor sertifikat 00002/Cisalak.
Azis kemudian meminta agar warga mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia. Saat ini, kata dia, polisi dan TNI masih bersikap pasif untuk mengawal penertiban tersebut.
"Tapi jika di satu titik nanti, polisi dan TNI mungkin akan jadi garda terdepan untuk berjalannya pembangunan ini," jelas dia.
Kapolres Depok ini juga berjanji akan membantu warga yang dengan sukarela pindah dari kampung tersebut.
Baca juga: Cekcok dengan Warga, Satpol PP Tunda Penertiban Lahan UIII hingga Rabu
Polisi dan Satpol PP akan memfasilitasi pengangkutan barang pindahan ke kontrakan yang disediakan satu bulan oleh Pemkot Depok.
"Kami bantu barang, kontrakan dan lainnya, secara sukarela tidak dibongkar paksa," jelas dia.
Sebelumnya, warga terdampak penggusuran lahan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) meminta menunda eksekusi pembebasan lahan tempat mereka tinggal.
Ormas yang mengaku menjadi wakil warga terdampak penggusuran, Badan Musyawarah Penghuni Tanah Vervonding (BMPTV-SI) meminta eksekusi ditunda dan kembali membuka ruang dialog.
Salah satu anggota BMPTV-SI, Agustinus mengatakan, penundaan tersebut diperlukan untuk menentukan kesepakatan antara warga dan pemerintah.
"Minta tunda eksekusi, kalau dibuka, besok atau kapan kami diberi tahu kapan jam berapa," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.