JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta, Hari Nugroho mengaku, instituisnya mendapat surat penolakan terkait revitalisasi trotoar di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Surat tersebut mayoritas dari para pelaku usaha yang mengeluh karena lahanya digunakan untuk pelebaran trotoar. Dalam surat-surat itu ada yang secara terang-terangan menolak Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang ditawarkan Bina Marga terkait revitalisasi trotoar.
"Memang ada, surat masuk ke Bina Marga itu memang ada. Ada yang mau PKS, ada yang kami jelaskan karena belum mau PKS," kata Hari di Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Baca juga: Bina Marga: Banyak Warga Setuju dengan PKS Revitalisasi Trotoar Kemang
Namun, Hari klaim bahwa mayoritas pengusaha dan warga Kemang menerima konsep PKS yang mereka ajukan dan setuju dengan pelebaran trotoar.
Mereka yang menolak, kata Hari, hanya sebagian kecil. Yang setuju dengan pembangunan trotoar justru lebih banyak.
"Pihak-pihak sebagian yang teriaknya kencang itulah (tidak terima dengan PKS) yang kadang mempengaruhi yang lain lainya," ujar dia.
Hingga saat ini, mereka yang menolak konsep PKS masih dalam proses negoisasi dengan Bina Marga. Jika tetap menolak, pengusaha tersebut akan dicek kelengkapan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)-nya.
Sebelumnya, sejumlah pengusaha merasa mendapatkan tekanan dari Dinas Bina Marga DKI Jakarta untuk menandatangani PKS tersebut. Tekanan tersebut berupa pemeriksaan IMB bagi setiap pengusaha yang menolak tanda tangan PKS.
"Jadi tekanannya begini. Orang mau kasih lahan untuk kamu bikin proyek, tapi kamu dicek perizinannya, IMB-nya, dan lain lain. Apa hubungannya, jadi kan pengusaha kan takut," kata Kamilus Elu selaku kuasa hukum dari perwakilan pengusaha di kawasan Kemang, Rabu lalu.
Menurut Kamilus, isi PKS tersebut tidak menguntungkan pengusaha.
Baca juga: Ada Pembangunan Trotoar, Tempat Parkir Ruko di Kawasan Kemang Menyempit
Menurut penafsiran Kamilus, secara garis besar PKS tersebut mengatakan bahwa pengusaha tidak mendapatkan ganti rugi dari pemerintah saat lahanya digunakan untuk pelebaran trotoar.
"Intinya Pemda DKI tetap menggunakan lahan warga untuk trotoar. Yang digantikan tidak ada. Jadi kompensasi untuk pemilik lahan tidak jelas," kata dia.
Ia menilai PKS tersebut dinilai cacat hukum karena Pemprov DKI membangun aset berupa trotoar di atas tanah yang bukan milik pemerintah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.