"Banyak kegiatan kita tidak punya tempat. Kita jadi membatasi kegiatan karena keterbatasan waktu dan juga tempat. Tidak pernah lomba, karena pasti penuh di dalam dan tidak ada tempatnya," tutur Raymundus.
Jelang Natal 2019, jemaat Santa Clara untuk pertama kalinya akhirnya menyelenggarakan lomba antarjemaat.
Sebanyak 13 kelompok jemaat Santa Clara berdasarkan domisili bertanding membuat pohon Natal setinggi 3 meter. Mereka diberi waktu satu pekan untuk menuntaskan kerja kolektif itu, sejak tanggal 15 hingga 22 Desember 2019 nanti.
Uniknya, pohon Natal itu harus dibuat dengan bahan-bahan daur ulang. Sebagian besar pohon yang sudah jadi tampak menggunakan kantong dan botol plastik, beberapa lainnya memakai keranjang telur.
"Yang mau disampaikan dengan bahan-bahan ini tentunya pesan ramah lingkungan. Umat gereja ini adalah umat yang nantinya harus ramah lingkungan," sebut Raymundus.
Lomba ini jadi penting karena ia merupakan wadah antusiasme jemaat Santa Clara yang baru tahun ini kesampaian Natalan di gereja.
Lomba ini sekaligus jadi medium gotong-royong para jemaat yang sempat terpencar beberapa tahun silam. Sebabnya sama, karena tak punya gereja.
Tak heran, persatuan kembali para jemaat Santa Clara merupakan keadaan yang ingin direngkuh kembali pada Natal edisi kali ini.
"Kami menginginkan semua umat ini terlibat dalam gotong-royong, apalagi ini gereja baru. Jadi dari gotong royong itulah terbentuk pohon Natal bersama," ujar Ketua Panitia Lomba Natal 2019 Santa Clara, Eni Widyastuti kepada wartawan, Kamis sore.
"Gotong-royong tidak harus secara finansial, tapi juga bisa secara tenaga dan pikiran," kata dia.
Baca juga: Keteguhan Wali Kota Bekasi Pertahankan Gereja Santa Clara
Istimewanya, bukan hanya persatuan antarjemaat Santa Clara yang diutamakan. Pesan persatuan bangsa juga ada dalam lomba pohon Natal ini.
Ada miniatur masjid di salah satu kaki pohon Natal bikinan jemaat. Miniatur masjid itu berwarna putih dengan kombinasi hitam-kuning.
Ia berbahan kardus dan kertas, sebagai bagian dari tema "ramah lingkungan" yang diusung. Miniatur masjid ini bersanding dengan miniatur pura, pernak-pernik logo Kota Bekasi, Garuda Pancasila, serta bendera merah-putih yang menggantung di daun-daunnya yang terbuat dari botol plastik.
"Itu (miniatur masjid) artinya menonjolkan kearifan lokal bahwa sekarang, di area Santa Clara ini, toleransi sudah terbentuk dari berbagai macam latar belakang. Kebhinekaan untuk NKRI," ujar Eni.
Unsur muatan lokal menjadi salah satu unsur yang harus ada dalam pohon Natal bikinan para jemaat. Pohon Natal itu pun harus punya pesan yang kuat.
"Karena selain harus dari barang bekas, kreatif, dan indah, harus juga menyampaikan pesan dan ada muatan lokalnya," imbuhnya.
Eni bilang, para jemaat bebas berkreasi menerjemahkan "muatan lokal" dan menyampaikan pesan lewat kreasi pohon Natalnya.
Buktinya, ada jemaat yang menyematkan ondel-ondel hingga miniatur bambu khas Kota Bekasi dalam pohon Natal.
"Itu sebenarnya yang kita inginkan. Selama ini, mungkin karena belum punya gereja, jadi agak terbelah. Sekarang sudah ada gereja, kita galang lagi persatuan," ujar Eni.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.