Jauh menyusuri Kali Bahagia ke arah utara, melintasi jalan setapak yang memisahkan rumah semipermanen milik para petani dan sawahnya, sesekali entok, soang, dan kambing menyelingi perjalanan.
Di belakang rumah para petani, aliran Kali Bahagia semakin sempit. Jika di Kelurahan Bahagia masih terdapat turap yang memagari aliran kali, di sini tepi aliran kali langsung tanah dan semak-semak.
Lebar kali menyempit hingga tersisa sekitar 2,5 meter.
Setelah berjalan sekitar 15 menit, jalan berbelok menuju jembatan bambu yang mengangkangi kali.
Tampak dari atas jembatan, sisi utara aliran kali telah terbendung sepenuhnya oleh tumpukan sampah anorganik rumah tangga, yang didominasi sampah plastik.
Beberapa ekor ayam hitam mencari makan dengan leluasa di atasnya.
"Dulu saya masih suka dorongin, suka saya rancas (tebas) semak-semaknya biar sampahnya kedorong. Cuma lama-lama kita disalahin, dibilangnya sampah kita," ujar Ajo (45), warga yang telah bermukim di sana sejak akhir 1990-an, saat ditemui dekat rumahnya di sekitar sawah.
"Jadi, ya, saya malas deh. Sudah jarang dorongin sampah. Paling kalau penuh kita tarik-tarikkin, kita bakarin, di sini kan masih banyak tanah kosong buat bakar sampah," imbuh kuli bangunan ini.
Baca juga: Saling Lempar Tanggung Jawab Aparat soal Sampah Kali Bahagia
Dari situ, penelusuran terus berlanjut sekitar 1 kilometer. Pemandangan Kali Bahagia semakin memprihatinkan.
Tutupan sampah berada pada ketinggian yang sama dengan daratan berupa kebun dan ladang warga.
Setelah jarak sekitar 1 kilometer tertempuh, sebidang jembatan bambu kembali menyuguhkan pemandangan Kali Bahagia yang menyedihkan.
Bukan lagi berada di ketinggian yang sama dengan daratan, namun tutupan sampah telah mengendap. Di atas endapan tersebut tumbuh berbagai jenis gulma dan semak-semak yang begitu rimbun, menyisakan aliran Kali Bahagia tidak sampai 1 meter.