Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Agus Penjual Bunga dan Nisan di Pemakaman, Dilema Bergelut di Bisnis Kematian

Kompas.com - 07/03/2020, 16:26 WIB
Walda Marison,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

Harganya berkisar Rp 600.000 hingga Rp 800.000 dengan bahan dasar batu nisan granit dan marmer.

“Cat pun jadi perhatian khusus kami ya. Karena kan itu cat enggak bisa sekali untuk batu nisan. Takutnya jika panas tidak cukup panasnya pun akan pudar dalam satu sampai dua tahun. Makanya kita kasih tempo dua minggu untuk buat batu nisan karena proses catnya itu,” terang dia.

Dilema meraup untung dari orang berduka

Di balik puluhan juta yang dia panen perbulannya, Agus sadar bahwa ada keluarga yang berduka dari setiap uang yang dia mabil.

Namun apa mau dikata, itu adalah konsekuensi bisnis yang sudah dia geluti puluhan tahun.

Bisnis yang selama ini membuat ngebul dapurnya.

Dia mengaku mempunyai tanggung jawab moral dalam menjalankan bisnis tersebut. Maka dari itu, dia berusaha rutin memberi bonus kepada setiap pelanggan yang datang kepadanya.

Misal, jika ada pelanggan yang ingin membeli paket berupa kain kafan, bunga, payung, gayung untuk prosesi penguburan dengan harga Rp 600.000, Agus selalu menambahkan sesuatu untuk keluarga yang membeli paket tersebut.

“Biasanya kalau paket dapat bunga cuman berapa, air mawar berapa. Itu selalu kita tambahin beberapa kantong bunga, tambahin yang lain. Kita niatin untuk berbagi dan turut berbela sungkawa,” beber dia.

“Sebenarnya ini rahasia kita ya, tapi enggak apa-apa kita buka supaya menginspirasi orang lain. Bahwa sebenarnya yang kita dapat harus dibagikan lagi ke orang lain,” kata dia.

Bahkan tanggung jawab moral tersebut berujung kepada niatan Agus dan keluarga membangun panti asuhan di kawasan Purworejo, Jawa Tengah.

Pesantren itu pun sudah beroperasi selama delapan tahun.

“Alhamdulillah, dari tanah kosong kami menyisihkan harta kami untuk membangun pesantren, membangun mushala. Dan saat ini kami sedang menyisihkan uang untuk membangun asrama putri dan itu pondok yatim di sana,” terang dia.

Dia meyakini, keuntungan yang selama ini dia dapat tidak lain merupakan berkat doa anak-anak yatim yang mereka rangkul selama ini.

Perasaan senang dan haru kerap dirasakan Agus jika namanya dan keluarga disebut dalam doa yang dipanjatkan anak yatim.

“Kalau kami main ke sana dan mendengar mereka menyebut nama kami dalam doa itu kayak apa ya, di situlah keindahannya, tidak bisa dibayar rasa senang itu,” ucap dia.

Baca juga: Bongkar Bisnis Prostitusi di Puncak, Polisi Amankan 2 Muncikari dan PSK

Dari tindakan ini, Agus menunjukkan bahwa dia sadar betul untung yang dia dapat berasal dari orang sedang berduka karena ditinggalkan sanak keluarga.

Maka dari itu, dia berusaha menebus rasa sedih dengan merawat anak-anak yang sudah ditinggalkan orang tuanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Megapolitan
Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Megapolitan
PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

Megapolitan
Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com