Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Epidemiologi: PSBB di Jakarta Perlu Diterapkan 2 Bulan

Kompas.com - 22/04/2020, 12:48 WIB
Jimmy Ramadhan Azhari,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan jadwal, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di DKI Jakarta berakhir Kamis (23/4/2020) besok.

Namun kebijakan itu sepertinya belum berhasil menurunkan angka penyebaran Covid-19. Kemarin saja ada tambahan 167 kasus positif Covid-19 di Jakarta.

Ahli epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Syahrizal Syarif mengatakan, PSBB memang tak cukup dilakukan selama 14 hari saja.

"PSBB dua minggu, enggak cukup. Mesti diperpanjang. Itu diperpanjang sampai apa, sampai ada indikasi bahwa wabah di Jakarta kasusnya menurun, dan itu mungkin baru ada dua bulan lagi," kata Syahrizal saat dihubungi Kompas.com, Rabu.

Baca juga: 12 Hari PSBB Jakarta, Mobilitas Kendaraan Pribadi Tinggi karena Transportasi Umum Dibatasi

Waktu tersebut dibutuhkan mengingat cepatnya penyebaran virus, jumlah pasien positif yang masih begitu tinggi, dan banyaknya pelanggar aturan PSBB.

Syarif berpendapat, penegakan aturan PSBB di lapangan saat ini masih kurang tegas. Aparat hanya memberi teguran-teguran ringan pada masyarakat yang masih melanggar.

"Itu harus tegas, kan dalam peraturannya ada sanksi, kan ada maskimal Rp 100 juta itu maksimalnya," ucap Syahrizal.

Syarif mengatakan, kunci keberhasilan PSBB ada pada penegakan aturan yang sudah diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 Tentang PBB.

"Jadi mesti ada sanksi yang tegas, kalau enggak ada ketegasan karena sanksi kita enggak bisa mengharapkan hasilnya baik," ucap Syahrizal.

PSBB di DKI Jakarta berlaku sejak 10 April 2020 untuk 14 (atau sampai 23 April) dan bisa diperpanjang.

PSBB diterapkan dengan tujuan membatasi aktivitas masyarakat agar persebaran virus corona dapat terkontrol.

Baca juga: PSBB Jakarta, Warga Malah Tawuran di Manggarai

Selama PSBB warga diminta untuk beribadah, bekerja, dan belajar di rumah. Mereka hanya diperkenankan keluar rumah ketika membeli kebutuhan pokok atau bekerja di 11 sektor yang masih diperbolehkan beroperasi.

Transportasi umum juga dibatasim hanya beroperasi dari pukul 06.00-18.00 WIB setiap hari. Warga yang melanggar, bisa terancam pidana satu tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com