Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Hati-hati Terhadap Klaim Penurunan Kasus Covid-19...

Kompas.com - 12/05/2020, 16:53 WIB
Vitorio Mantalean,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Epidemiolog Iqbal Elyazar menganggap publik sebaiknya berhati-hati menyikapi klaim bahwa kasus Covid-19 telah melambat.

“(Kurva kasus Covid-19) harus menurun bulan depan tidak apa-apa, itu kan target. Tapi klaim bahwa dia turun, itu yang harus kita berhati-hati,” ujar Iqbal dalam sebuah seminar virtual, Selasa (12/5/2020) siang.

Ia menegaskan, bukan berarti pemerintah mengelabui publik dengan data yang diumumkan setiap hari. Data pemerintah, lanjut Iqbal, sudah bagus dan komprehensif.

Masalahnya, selama ini pemerintah tidak mengacu pada kurva epidemiologis, melainkan sekadar kurva pertambahan kasus harian yang berasal dari pelaporan hasil pemeriksaan laboratorium ke Litbangkes Kementerian Kesehatan RI.

Baca juga: Kendaraan Travel Gelap Baru Bisa Diambil Pemiliknya Setelah Sidang Tilang

Padahal, ada perbedaan mendasar antara kurva epidemiologis dengan kurva yang saat ini dipakai pemerintah.

"Membaca fluktuasi ini sulit karena mengandalkan data pelaporan. Laporan hasil laboratorium tidak berhubungan dengan frekuensi jumlah kasus baru, karena tergantung laboratorium, kapan hasil tes Covid-19 dilaporkan,” jelas dia.

"Bisa saja Sabtu (hasilnya) sudah ada. Lalu, karena Minggu libur, dia (laboratorium) kirim Senin. Ada jeda waktu pemeriksaan yang sekarang (menunggu) lumayan lama (hingga keluar hasilnya). Banyak sebab, alat (pemeriksaan) mungkin ada, tapi bahannya tidak ada. Banyak sekali faktor jika kita menggunakan ini untuk menilai kasus sudah turun atau belum,” tambah dia.

Singkatnya, saat pemerintah mengumumkan penurunan/perlambatan kasus Covid-19, penurunan/perlambatan bisa jadi tak mencerminkan keadaan pada tanggal tersebut, melainkan cermin dari situasi beberapa hari sebelumnya.

Baca juga: Pemprov DKI: Perusahaan yang Tak Mampu Bayar THR Harus Dialog dengan Pekerja

Pemerintah seharusnya mengacu pada pertambahan kasus harian Covid-19 versi kurva epidemiologis yang jauh lebih representatif.

Soalnya, kurva epidemiologis dirumuskan berdasarkan tanggal seorang pasien mulai bergejala atau diambil sampelnya untuk diteliti di laboratorium.

Dengan demikian, datanya tidak terganggu oleh kendala-kendala dalam pemeriksaan di laboratorium yang membuat hasilnya kurang representatif.

“Untuk menilai kurvanya turun atau belum, jangan gunakan tanggal pelaporan, tapi tanggal diagnosis. Ini poin pentingnya,” ujar Iqbal.

Data tak meyakinkan karena kapasitas tes Indonesia sangat terbatas.

Di samping itu, kurva yang saat ini dipakai pemerintah juga kurang menggambarkan fakta di lapangan karena kapasitas tes Covid-19 masih sangat terbatas.

Baca juga: Benarkah Kasus Positif Covid-19 di DKI Jakarta Menurun seperti Klaim Pemerintah?

“Untuk membaca kurva harian, kita butuh jumlah pemeriksaan di situ. Selagi jumlah kasus (diklaim) kecil, kecil, kecil, karena memang tidak diperiksa atau banyak yang belum diperiksa. Misalnya di Nusa Tenggara Timur masih belasan (kasus positif Covid-19). Memang di situ bisa diperiksa berapa banyak (orang)?” tutur Iqbal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran Mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran Mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com