JAKARTA, KOMPAS.com - Casmono (38) yang berprofesi sebagai tukang jahit menunggu para pelanggannya di pinggir Jalan Krapu, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (8/7/2020) malam sekitar pukul 21.00 WIB.
Bukan di sebuah kios atau kamar kontrakan, Mono sapaan akrab Casmono membuka usaha 'permak levis' di bekas halte yang sudah tidak terpakai.
Memang di daerah itu terdapat halte yang sudah tidak berfungsi dan disulap menjadi tempat menjahit Mono, lengkap dengan meja jahitannya.
Kompas.com mengunjungi Mono, kala itu ia sedang menunggu pelanggan sambil menyeruput kopi susu di gelas plastik.
"Iya, pak. Mau jahit?" sapa Mono menyambut.
Baca juga: Nelangsa Tukang Permak Baju Menjelang Lebaran Tahun Ini, Tak Lagi Banjir Order...
Pria kelahiran Pekalongan 1982 ini rupanya senang bercerita terkait pengalamannya selama menjadi tukang jahit di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa.
Mono bercerita awal mula ia merintis usaha permak pakaian atau tukang jahit.
Setelah lulus SD di Pekalongan, Mono memutuskan bekerja di sebuah rumah konveksi pakaian kemeja.
Tidak memiliki biaya menjadi alasan Mono memilih langsung bekerja dan tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMP.
Kala itu ia bertugas memasukkan kancing dan membuat lubang pada baju. Di konveksi yang sama dia belajar dan menekuni keterampilan menjahit.
Untuk tiap lembar baju yang dikerjakannya, Mono mendapat upah Rp 3.500.
Namun, karena ingin mendapat penghasilan lebih dan bekerja tanpa terikat orang lain, akhirnya Mono keluar dari konveksi.
Tahun 2005 Mono memutuskan mencari peruntungan ke Ibu Kota Jakarta. Awalnya hendak meminjam uang ke orangtuanya yang berada di Jakarta sebesar Rp 10 juta.
Sayangnya, ayah Mono menolak dan justru menyuruh Mono bekerja.
Mono lantas menuruti sang ayang dengan bekerja sebagai tukang pembuat papan palet. Tetapi ia kemudian merasa tidak betah, bahkan tangannya kerap terluka saat bekerja memotong atau gergaji kayu palet.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.