JAKARTA, KOMPAS.com - Pekerjaan sebagai sopir truk di Tanah Air, apalagi truk untuk perjalanan jarak jauh, biasanya dilakukan kaum pria.
Pekerjaan itu mengharuskan seseorang berkendara selama berhari-hari. Belum lagi membayangkan bahayanya berkendara di jalanan lintas daerah yang sepi dan rawan kejahatan.
Namun, hal itu tidak menghalangi Devi Nuraisyah Stephani, perempuan 29 tahun, untuk menjadi sopir truk berukuran besar.
"Dulu itu aku karyawan, kerja di pabrik-pabrik gitu-gitu," kata Devi saat ditemui di gudang Tam Kargo, Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur, Selasa (1/9/2020).
Baca juga: Cara Devi Nuraisyah Bungkam Pandangan Negatif terhadap Sopir Truk Perempuan
Saat bekerja di pabrik, kebosanan mendera Devi. Pekerjaannya monoton setiap hari.
Di sisi lain, Devi mempunyai kesukaan terhadap kendaraan-kendaraan besar, seperti bus dan truk. Ia bahkan mengeklaim bahwa dirinya seorang busmania (penyuka bus).
Awalnya, Devi hanya sering mengikuti kegiatan jalan-jalan dan agenda ke luar kota bersama para busmania. Namun, rasa kagumnya terhadap mobil-mobil besar semakin mendalam. Ia pun tertarik ingin bisa mengendarai truk.
Pertama belajar, dia hanya duduk di kursi di samping sopir truk. Perjalanan Jakarta - Jawa Tengah hingga Jawa Timur ia lalui untuk memperhatikan cara sopir mengendarai truk.
Setelah itu ia mencoba-coba mengendarai truk.
"Aku pertama turun ke jalan itu langsung bawa truk, enggak mobil biasa, belum mobil biasa. Kesempatan itu dulu waktu tol Jawa Timur masih baru-barunya, masih sepi. Nah, itu baru melancarkan bawa truk itu di situ," ucap Devi.
Butuh waktu setahun bagi Devi untuk benar-benar ahli dalam menjalankan truk. Setelah mahir, ia pelan-pelan mengurus SIM, mulai dari SIM A, SIM B1, dan akhirnya SIM B1 Umum.
"Nah, kalau SIM-nya itu SIM A dulu, setahun baru SIM B1, setahun habis itu baru bisa umum," ujar Devi.
Setelah memegang SIM, barulah ia bekerja sebagai sopir truk.
Jalan Devi menjadi sopir truk tak semulus jalan tol yang biasa ia lalui. Pertentangan pertama datang dari orangtuanya.
Orangtuanya, yang melihat anak perempuan mereka bekerja di dunia yang didominasi pria, tentu saja merasa khawatir.