Penjadwalan ini dilakukan bagi warga yang didapati melakukan kontak erat dengan pasien positif Covid-19. Selain itu juga kepada warga di wilayah yang kasus positifnya meningkat.
"Enggak perlu nunggu yang lapor. Yang di depan mata saja belum semua dites," ujarnya.
Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, libur panjang di Indonesia sudah terbukti menyebabkan lonjakan kasus.
Ini terlihat pada libur panjang Agustus lalu.
Saat itu ada dua libur panjang, yakni saat Hari Kemerdekaan ke-75 RI pada 15-17 Agustus serta perayaan Tahun Baru Islam mulai 20 sampai 23 Agustus.
Baca juga: Satgas: Libur Panjang 28 Oktober-1 November Berpotensi Tingkatkan Kasus Covid-19
Dalam waktu dua pekan sampai sebulan setelah libur panjang itu, kasus Covid-19 di Indonesia melonjak.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat itu kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk mengerem laju penularan.
"Umumnya dampak libur panjang ini setelah satu bulan terlihat lonjakannya. PSBB ketat di Jakarta kemarin itu kan dilakukan sebulan setelah libur panjang," kata Dicky.
Baca juga: Pulang dari Perjalanan Libur Panjang, Masyarakat Diminta Segera Tes Covid-19
Dicky mengingatkan, bukan tidak mungkin kasus Covid-19 di DKI Jakarta akan kembali melonjak sebagai dampak libur panjang Maulid Nabi pekan lalu.
Oleh karena itu, ia menilai pemprov DKI harus melakukan antisipasi dengan terus menggencarkan testing, tracing, dan treatment (3T).
"Tak ada lagi cara selain kita perkuat 3T," kata Dicky.
Baca juga: Pemkot Bogor Siapkan 3.000 Alat Rapid Tes untuk Wisatawan Selama Libur Panjang
Dicky menilai tes Covid-19 di DKI Jakarta sudah relatif baik ketimbang daerah lainnya.
Di saat daerah lain belum bisa mencapai standar organisasi kesehatan dunia (WHO) untuk mengetes satu orang per 1.000 penduduk per minggu, DKI Jakarta sudah jauh melesat.
Sepekan terakhir, Pemprov DKI sudah melakukan tes swab kepada 52.181 orang atau lima kali lipat standar WHO.
Baca juga: Alasan Pemerintah soal Penurunan Tes Covid-19, dari Libur Panjang hingga Kapasitas Laboratorium
Namun, Dicky menilai testing yang dilakukan di Ibu Kota belum sesuai dengan eskalasi pandemi.
Hal ini bisa dilihat dari positivity rate yang masih tinggi. Dari keseluruhan orang yang telah dites, ada 9,9 persen yang dinyatakan positif Covid-19, jauh lebih besar dari angka ideal 3 persen.
Strategi lanjutan dari testing itu, yakni tracing atau pelacakan, juga dinilai belum maksimal.
"Tracing juga belum sesuai, target WHO kan 40 persen minimal," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.