JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Fraksi Gerinda DPRD DKI Jakarta S Andyka mengatakan, kabar mengenai kenaikan gaji anggota DPRD DKI Jakarta dalam usulan rancangan Rencana Kerja Tahunan (RKT) merupakan kebohongan publik.
Menurut dia, kabar tersebut dikeluarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
"Angkanya enggak segitu. Dan itu kebohongan publik. Dan ini mayoritas kegiatan untuk masyarakat," ucap Andyka kepada Kompas.com, Rabu (2/12/2020).
Baca juga: Minta Tunjangan DPRD DKI Dinaikkan di Tengah Pandemi, F-Golkar: Niat Dewan Mulia
Sebelumnya beredar kabar jika gaji dan tunjangan anggota DPRD DKI Jakarta diusulkan naik menjadi Rp 8,38 miliar dalam setahun pada 2021.
Menurut Andyka, alokasi anggaran yang tertera dalam RKT mayoritas digunakan untuk kegiatan yang bersentuhan dengan masyarakat.
Kegiatan tersebut seperti kunjungan ke daerah pemilihan (dapil), rapat dengan eksekutif, dan lain-lain.
Dia mencontohkan kegiatan seperti sosialisasi rancangan peraturan daerah (perda) yang masuk ke dalam RKT.
Kegiatan ini dilakukan lantaran masyarakat banyak yang merasa tidak dilibatkan dalam penyusunan perda.
"Karena selama ini kalau terkait masalah penyusunan perda ini kan kebanyakan dari akademisi, dari pakar, perwakilan ini perwakilan itu, tidak pernah langsung dari masyarakat," kata Andyka.
Baca juga: F-PKS: Usulan Kenaikan Gaji DPRD Kecil Dibandingkan APBD Jakarta
Kemudian kegiatan lain seperti sosialisasi kebangsaan yang juga masuk dalam kegiatan RKT.
Andyka mengatakan, Jakarta merupakan provinsi yang sangat heterogen. Sehingga, sosialisasi ini diperlukan agar masyarakat memahami nilai-nilai kebangsaan.
"Sehingga ancaman disintegrasi itu bisa kita minimalisasi dan bisa kami sampaikan ke masyarakat pentingnya bingkai NKRI ini," tutur Andyka.
Kendati demikian, pelaksanaan kegiatan tersebut ada di pihak ketiga dan bukan pada anggota Dewan.
"Bukan kami, bukan anggota Dewannya. Pihak ketiga yang melaksanakan, yang melaporkan, yang mempertanggungjawabkan. Kami tugasnya yang menyosialisasikan," ucap Andyka.
Pengajuan penambahan kegiatan itu disebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri), Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) dan aturan lainnya.