JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak memperketat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi, hanya memperpanjangnya, meski kasus Covid-19 di Jakarta terus meningkat. Anies memperpanjang PSBB transisi mulai 4-17 Januari 2021.
Keputusan itu kemudian disinyalir karena tak adanya restu dari pemerintah pusat untuk memperketat PSBB.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono menilai, pemerintah pusat khawatir ekonomi akan terganggu jika Jakarta kembali melakukan pembatasan secara ketat.
Baca juga: Bantah Anies, Epidemiolog UI: Kalau PSBB Jakarta Diperketat Lebih Bagus
"Ini kan ditekan oleh pusat agar kegiatan ekonomi jalan. Dia (Anies) takut melawan pusat sekarang," kata Tri kepada Kompas.com, Selasa (5/1/2021).
"Biarkan saja pusat yang bertanggung jawab. Jangan marah-marah kalau kasusnya banyak," ujarnya.
Tri menilai tak ada alasan bagi Pemerintah Provinsi DKI memperpanjang PSBB transisi selain faktor ekonomi. Sebab, berbagai indikator menunjukkan kasus Covid-19 terus meningkat di Ibu Kota.
Hal itu bisa dilihat dari angka positivity rate atau rasio antara orang yang dites dengan yang dinyatakan positif. Dalam sepekan terakhir, positivity rate di Jakarta mencapai 12,9 persen, jauh dari standar aman Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebesar lima persen.
Positivity rate di DKI Jakarta sejak awal pandemi adalah 8,8 persen. Artinya memang ada kenaikan signifikan dalam beberapa waktu terakhir.
"Jadi pertimbangan satu-satunya (melanjutkan PSBB transisi) adalah ekonomi. Jakarta kan center of economy, sebagai Ibu Kota dan pusat bisnis," kata dia.
Tri menyebutkan, PSBB transisi dengan segala pelonggarannya memang bisa membantu pemulihan ekonomi.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan