Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Anak Korban Pencabulan Pengurus Gereja di Depok Bangkit dari Trauma...

Kompas.com - 07/01/2021, 06:15 WIB
Vitorio Mantalean,
Nursita Sari

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - M tak kuasa membendung haru begitu majelis hakim Pengadilan Negeri Depok mengetuk palu, Rabu (6/1/2021) siang kemarin.

Agenda hari itu ialah pembacaan vonis untuk Syahril Parlindungan Marbun, eks pengurus Gereja Santo Herkulanus Depok, Jawa Barat, yang didakwa mencabuli anak M dan seorang anak lain.

Sidang ini terasa mendebarkan karena sempat ditunda mendadak dari yang sedianya digelar Rabu (17/12/2020) karena alasan majelis hakim belum siap.

Kuasa hukum korban, Azas Tigor Nainggolan, menyebutkan bahwa penundaan itu mencurigakan dan meminta majelis hakim agar jangan main-main.

Rasa curiga itu langsung berganti lega begitu hakim ketua dalam perkara ini, Nanang Herjunanto, menjatuhkan vonis 15 tahun penjara untuk Syahril, kemarin.

Baca juga: Syahril Parlindungan Marbun, Eks Pengurus Gereja di Depok yang Cabuli Anak-anak, Divonis 15 Tahun Penjara

Vonis ini lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut Syahrul dipenjara 11 tahun, sekaligus hukuman maksimal sesuai Pasal 82 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Selain itu, Syahril juga dikenai denda Rp 200 juta subsider 3 bulan penjara, serta diharuskan membayar ganti rugi sebesar Rp 6.524.000 subsider 3 bulan penjara untuk korban pertama, lalu ganti rugi korban kedua senilai Rp 11.520.639 subsider 3 bulan penjara, sesuai tuntutan jaksa.

"Saya bersyukur banget, yang pertama sama Tuhan Yesus sudah mendengarkan doa saya dan anak saya. Terima kasih juga untuk Pak (Azas) Tigor dan tim (kuasa hukum), semua yang tidak bisa saya sebutin satu-satu," ujar M dengan suara bergetar kepada wartawan.

"Terima kasih juga untuk teman-teman wartawan karena sudah mengikuti sidang ini. Terima kasih juga untuk Pak Hakim yang ternyata adil banget... Rasanya sudah maksimal banget," tuturnya.

"Semoga pelakunya benar-benar jera dan menyadari bahwa ini tidak benar dan tidak bagus. Pelajaran untuk anak-anak juga semoga ke depan lebih baik lagi."

Tragedi

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Syahril "terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membujuk anak melakukan perbuatan cabul secara berlanjut".

Di Gereja Herkulanus, Syahril berstatus sebagai pembina salah satu kegiatan yang diikuti oleh anak-anak gereja.

Ia dihormati di sana dan bahkan belasan tahun ia menjadi pengurus gereja.

Dalam posisi itulah, Syahril yang juga berprofesi sebagai advokat itu, memanfaatkan kekuasaannya untuk mencabuli puluhan anak-anak yang ia naungi.

Menurut laporan yang diterima Azas Tigor selaku kuasa hukum dan tim investigasi internal, sedikitnya sudah 23 anak melapor sebagai korban kekerasan seksual Syahril.

"Banyaknya anak menjadi korban ini disebabkan si pelaku sudah bebas melakukan kejahatannya setidaknya sejak 10 tahun berdasarkan berkas kasus," jelas Tigor kepada Kompas.com, Rabu.

Baca juga: Divonis 15 Tahun, Eks Pengurus Gereja di Depok yang Cabuli Bocah Pikir-pikir Banding

Guntur (bukan nama sebenarnya), ayah salah satu korban Syahril, membeberkan cara predator itu memanipulasi kesadaran anak-anak yang ia cabuli.

Menurutnya, sejak pertama anak-anak itu bergabung di bawah naungan Syahril, mereka sudah diwanti-wanti agar tidak menunjukkan isi grup WhatsApp kepada orangtuanya.

“Bukan hanya saya saja. Banyak orangtua lain (yang meminta melihat isi grup WhatsApp), tetapi anak-anaknya tetap tidak memberikan untuk dilihat. Anak-anaknya menurut, seperti sudah dicuci otaknya,” ujar Guntur kepada Kompas.com, 14 Juli 2020.

"Cuci otak" yang dimaksud Guntur adalah hegemoni Syahril terhadap anak-anak itu.

Berbekal rentetan ancaman serta kekerasan terhadap anggota senior yang kerap dipertontonkan Syahril kepada anak-anak yang lebih belia, anak-anak itu tak berani bertanya apalagi membantah titah Syahril.

“Jadi mereka selalu berkomunikasi melalui grup WA dan tidak pernah melalui japri, karena dia (Syahril) tidak mau kata-katanya ketahuan melalui japri. Itu gila, ada gambar ‘burung’ (alat kelamin pria), lalu perempuan dadanya kelihatan semua, gawat,” tutur Guntur.

Ditambah lagi, predator seksual anak itu pun kerap mendekati calon korbannya secara halus, dengan perangai yang baik.

Baca juga: [EKSKLUSIF] Buka-bukaan Ayah Korban Soal Pengurus Gereja di Depok yang Cabuli 23 Anak

Ujungnya, anak-anak calon korban itu tak merasa menjadi korban ketika dilecehkan serta menilai pelecehan oleh Syahril adalah tindakan yang wajar.

"Bahkan, waktu (Syahril) tertangkap pun, saya bertemu dengan dia (salah satu orangtua korban), dia masih menganggap (Syahril) baik," ujar Guntur.

Pada gilirannya, anak-anak maupun orangtua korban pencabulan Syahril turut dibayang-bayangi semacam kewajiban moral untuk menjaga citra gereja sebagai institusi agama.

"Kasus ini dilakukan di salah satu bagian paroki dan bisa terjadi karena si pelaku berada pada posisi aktivitas paroki. Tekanan itu bisa dan biasa terjadi karena korban harus menanggung beban menjaga wajah suci lingkungannya," ungkap Tigor.

"Beban itu menjadikan para korban sebagai seorang yang hina dan biasanya mendapat stigma sebagai penyebab rusaknya citra gereja," ujarnya.

Nahas, anak Guntur rupanya jadi salah satu incaran Syahril. Anak berusia 12 tahun itu dikunci di perpustakaan gereja dan dicabuli di sana pada awal 2020.

Anak itu dicabuli bukan hanya sekali, melainkan tiga kali, dengan tingkatan cabul yang kian esktrem, dari Januari sampai Maret 2020.

Mematahkan tabu

Secercah harapan bagi terbongkarnya kasus pencabulan oleh Syahril yang telah terpendam selama bertahun-tahun akhirnya muncul pada awal 2020.

Kelakuan bejat Syahril tercium oleh orangtua anak-anak, termasuk Guntur.

Pihak gereja dengan besar hati tak menutup-nutupi insiden ini dan justru menggelar investigasi soal keterlibatan Syahril.

"Saya mengatakan bahwa terungkapnya kasus ini, tidak menjadikan gereja merasa bangga atau bahagia," kata pastor paroki Yosep Sirilius Natet kepada Kompas.com, 15 Juni 2020.

"Ini menjadi sebuah cermin bagi gereja untuk tetap berbenah di dalam. Gereja berani bersikap dan berani mengakui kesalahannya, kalau memang ini menjadi bagian dalam dirinya. Ini juga menjadi bagian dalam mengupayakan sesuatu agar gereja semakin baik lagi," ungkap dia.

Meski begitu, dalam perjalanannya, memproses kasus ini hingga tuntas bukan perkara gampang.

Baca juga: Pencabulan Anak oleh Pejabat Gereja di Depok: Cerita Orangtua Depresi, Minta Ikut Direhablitasi

Selain mesti berurusan dengan institusi agama, korban yang masih anak-anak juga menjadi tantangan terbesar.

Tak mudah mengungkit insiden traumatis yang telah menancapkan luka mendalam pada psikologis mereka.

"Dia jadi pendiam, mengurung diri. Dia sih enggak mengungkapkan ke saya langsung, tapi ketika ada kakaknya ngajak pertemuan (di gereja), dia bilang, dia marah ke saya, 'Saya takut ada pembina (Syahril) juga di sekitar situ. Saya malu sama dia'," ujar M menceritakan situasi sulit saat anaknya baru mengaku Syahril telah mencabulinya.

"Terus dia juga mengungkapkan, selama proses pemulihan ini, dia jijik dengan dirinya," lanjut M.

Di tempat lain, Tigor dkk berjibaku menghimpun alat bukti agar kasus ini dapat segera berlanjut ke meja hijau.

Berulang kali Tigor mengeluhkan langkah penyidik yang lelet mencari alat bukti dan seakan menunggu dari pihak korban.

Sebagai gambaran, laporan polisi sudah dibuat pada 24 Mei 2020 yang berujung penangkapan Syahril pada 4 Juni 2020.

Sementara itu, baru pada 27 Agustus 2020 atau sekitar 3 bulan sejak laporan polisi dibuat, berkas perkara pencabulan oleh Syahril dilimpahkan polisi ke kejaksaan.

Baca juga: Pengurusnya Lakukan Pencabulan, Gereja di Depok Janji Bantu Pulihkan Trauma Para Korban

Peliknya berurusan dengan anak-anak, dengan pelaku yang notabene pejabat gereja, serta aparat penegak hukum yang lamban, membuat Tigor mengapresiasi ngototnya pihak korban membuka kasus ini.

Ia memuji keberanian korban mematahkan tabu dengan menggugat Syahril yang memang tak boleh kebal hukum atas perbuatan bejatnya hanya karena berstatus pengurus senior gereja.

"Pilihan berjuang secara terbuka melalui langkah hukum bukanlah jalan mudah. Banyak tekanan dan tambahan beban yang biasanya akan diarahkan kepada para korban kekerasan seksual," ungkap Tigor.

"Tidak menutupi fakta kekerasan seksual yang dialami dan melaporkannya ke polisi adalah sikap berani berjuang bagi sesama dan memutus rantai kejahatan kekerasan seksual," lanjutnya.

Memulihkan trauma

Memproses perkara ini ke pengadilan adalah satu hal, namun membangkitkan mental anak-anak dari trauma hebat adalah hal lain.

Konseling berulang kali di gereja dan keluarga perlahan membuahkan hasil bagi anak-anak korban pencabulan Syahril.

Tak bisa dinafikan, dukungan yang deras mengalir membuat M dan anaknya lebih cepat pulih.

"Setelah mengikuti prosesnya, dari suster yang mendampingi, Pak Tigor, bahwa dia (anak) tuh enggak salah, yang salah itu pelaku, di situ dia mulai terbentuk, terbentuk, terbentuk, dan saya suka sekali dengan perubahan dia," ujar M soal pemulihan psikologis anaknya.

"Saya juga bilang sama dia bahwa, 'Kita tidak sendiri. Masih banyak mereka yang mendukung kita dan tidak seperti yang kamu kira bahwa kamu orang yang menjijikan atau orang yang memalukan, kamu masih bisa bangkit'."

M senantiasa menemani anaknya pergi ke mana pun, termasuk bila hendak berkumpul dengan teman-temannya.

Meski harus tampak tegar di hadapan anaknya, M mengaku, ia sempat menaruh dendam terhadap Syahril yang telah mencabik-cabik harga diri keluarganya dan menikam luka terhadap buah hatinya.

Baca juga: Terungkapnya Pencabulan Anak-anak oleh Pengurus Gereja di Depok

Seiring waktu berjalan, M coba pasrah dan menyingkirkan dendam itu, tetapi butuh proses untuk sepenuhnya berdamai dengan keadaan.

"Saya bilang, 'Mama sebal kalau lewat sini'," kata M tatkala bersama anaknya melintasi lokasi pencabulan oleh Syahril.

Tanpa ia sangka, anaknya justru menjawab, "Yang salah kan bukan tempatnya, Ma, tapi pelakunya."

Pada titik ini, barangkali M mendapati bahwa anaknya boleh jadi lebih dulu berhasil keluar dari jurang trauma ketimbang dirinya.

Kemarin, pembacaan vonis maksimum terhadap Syahril di pengadilan, boleh jadi terdengar di telinga M dan seluruh korban pencabulan Syahril seperti dentangan lonceng yang menandai kemenangan kecil bagi mereka.

Kemenangan kecil yang disyukuri.

"Saya peluk dia, saya katakan, tidak ada doa yang mustahil. Puji Tuhan, sekarang (keadaan anak) lebih baik. Banyak ngobrol, banyak bicara," tutup M.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com