DEPOK, KOMPAS.com – Guntur (bukan nama sebenarnya ) menjadi pionir dalam terkuaknya kejahatan seksual oleh SPM, bekas pembina kegiatan misdinar di Gereja Paroki Santo Herkulanus Depok, Jawa Barat, yang kini telah berstatus tersangka.
Setelah Guntur melaporkan kejahatan seksual oleh SPM terhadap anaknya yang berusia 12 tahun pada Mei 2020 lalu, satu per satu pengakuan dari anak-anak dan keluarga korban lain bermunculan, dibantu oleh tim investigasi internal gereja yang berkomitmen mengusut kejahatan oleh kolega mereka.
Hingga hari ini, kuasa hukum para korban SPM, Azas Tigor Nainggolan mengaku sudah menerima 23 kasus kejahatan seksual oleh si predator seksual anak tersebut di Gereja Herkulanus.
Mereka, termasuk anak Guntur, merupakan anak-anak yang aktif dalam kegiatan misdinar di gereja itu, dengan SPM sebagai pembina kegiatan tersebut.
Baca juga: Sulitnya Mencari Bukti Pencabulan Anak di Gereja Depok dan Pentingnya RUU PKS Disahkan
Diwawancarai Kompas.com pada Minggu (12/7/2020) lalu, Guntur begitu terbuka menceritakan kisah kelam yang dialami oleh anaknya dan berimbas pada keluarga kecilnya.
Meskipun di awal ia terdengar tabah menceritakan aneka modus SPM dalam mencabuli korban-korbannya, namun akhirnya ia mengakui bahwa dirinya turut depresi akibat insiden yang menimpa si kecil.
Selama perbincangan, ia bicara banyak soal predator seksual yang dengan enteng membeberkan kejahatannya, tak pernah meminta maaf, dan malah mengirim kerabatnya mendekati Guntur agar mau “berdamai”.
Di akhir perbincangan, Guntur selaku korban juga angkat suara mengenai penderitaan korban kejahatan seksual di Indonesia yang masih harus berhadapan dengan sistem hukum yang kurang berpihak pada korban.
Simak cuplikan wawancara eksklusif Guntur dengan Kompas.com:
Bagaimana awal mula kejahatan seksual oleh SPM terhadap anak Anda bisa tercium?
Jadi pertamanya gini, awalnya ada salah 1 misdinar, dia di-bully verbal oleh pelaku (SPM) di grup WhatsApp-nya. Kebetulan keluarga ini dan anaknya dekat dengan keluarga kami. Kemudian, ia mau melapor ke Pastor Paroki untuk komplain masalah anaknya.
Pas mau lapor itu, mereka bertemu dengan salah satu anak eks misdinar yang curiga bahwa pelaku itu berbuat tidak baik sama anak saya. Lalu, ia minta tolong orang tua yang anaknya di-bully itu untuk menanyakannya ke kami.
Akhirnya, kami tanya (ke anak), ternyata benar, sudah dilakukan pelecehan terhadap anak kami ini.